Sebelumnya
  FONETIK ARTIKULATORIS  
  Selanjutnya

 

Fonologi atau widia suara dalam bahasa Bali, ialah salah satu cabang bahasa atau linguistik yang khusus menyelidiki sistem bunyi bahasa.

Studi fonologi meliputi dua bidang, yaitu:

FONOLOGI
Fonetik cabang ilmu bahasa yang khusus mempelajari semua bunyi ujaran yang disebut fona. Dari kata inilah timbul istilah fonetik.
Fonemik cabang ilmu bahasa yang khusus mempelajari hanya bunyi ujaran yang berfungsi saja. Bunyi bahasa yang mempunyai fungsi itu disebut fonem. Dari kata inilah muncul istilah fonemik.

Studi fonemik baru bisa dilakukan setelah adanya studi fonetik. Fonetik seakan mengumpulkan semua bahan mentah yang kemudian dipilih dan dimasak oleh studi fonemik.

Fonetik adalah merupakan bunyi ujaran (fona) yang terdapat dalam sesuatu bahasa yang keadaannya amat kompleks dan rumit. Oleh karena itu fonetik sebagai cabang dari ilmu bahasa struktural, bisa dipelajari dari beberapa segi, yaitu:

FONETIK
Fonetik Artikulatoris yaitu fonetik yang mengkhususkan studinya pada cara-cara terbentuknya bunyi bahasa oleh alat-alat bicara.
Fonetik Akustik yaitu fonetik yang khusus mempelajari bagaimana cara-cara merambatnya bunyi dari mulut si pembicara hingga mencapai telinga si pendengar.
Fonetik Auditorik yaitu fonetik yang khusus mempelajari cara-cara disalurkannya bunyi yang diterima oleh telinga, hingga mencapai saraf bicara di otak pendengar.

Yang akan kita bicarakan sekarang ini hanyalah fonetik artikulatoris. karena hal ini menyangkut mengenai daerah artikulasi (kewargaan aksara) di mana letaknya sumber-sumber bunyi itu, yang nantinya kita lambangkan dengan aksara-aksara. Secara garis besarnya, yang akan dibicarakan dalam bagian ini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

FONETIK ARTIKULATORIS
Alat-alat bicara Alat-alat bicara itu sebenarnya banyak. tetapi dalam bagian ini kami akan singgung alat-alat bicara yang ada hubungannya dengan artikulator dan artikulasi saja. Yang dimaksud dengan artikulator, ialah: bagian dari pada alat ucap yang dapat digerakkan atau digeserkan untuk dapat menimbulkan suatu bunyi, misalnya: bibir bawah dan lidah. Selanjutnya yang disebut artikulasi, yaitu bagian dari alat ucap yang menjadi tujuan sentuh dari pada artikulator, misalnya: gigi atas, bibir atas dan langit- langit.
Cara kerja alat-alat bicara. Agar dapat menimbulkan bunyi ujaran biasanya terjadi kerjasama antara tiga faktor, yaitu: udara, artikulator dan titik artikulasi, misalnya:
Vokal
(aksara suara)
Vokal bisa terjadi bila udara yang keluar dari paru- paru tidak mendapat halangan sedikitpun. Jenis vokal yang timbul tergantung dari beberapa hal, yaitu posisi bibir, tinggi rendahnya lidah dan maju mundurnya lidah.
Konsonan
(aksara wianjana)
Konsonan terjadi bila udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan. Halangan yang dijumpai udara itu dapat bersifat sebagian ada yang bersifat keseluruhan, yaitu dengan menggeserkan atau mengadukkan arus udara itu. Jenis konsonan yang dihasilkan itu tergantung dari beberapa faktor, yaitu:
Berdasarkan artikulator dan titik artikulasi.
Berdasarkan macam halangan udara yang dijumpai waktu mengalir keluar.
Berdasarkan turut tidaknya pita suara bergetar,
Berdasarkan jalan yang dilalui udara ketika keluar dari rongga- rongga ujaran.

Dalam hal ini lidah betul-betul memegang peranan mengenai pengaturan bunyi. Oleh karena itu kalau lidah orang itu tidak sempurna, misalnya kepanjangan atau kependekan, maka waktu berbicara akan kedengaran "leklek atau badil".

Orang Bali sebenarnya dari dahulu sudah tahu mengatur bunyi terbukti dengan adanya -tukang- tukang "jetet" burung, misalnya burung beo, kakak tua dapat diolah lidahnya, sehingga akhirnya bisa berbicara sebagai manusia.

Bunyi apa yang dihasilkan oleh alat-alat tersebut baik berupa vokal maupun konsonan kami akan kelompokkan sesuai dengan pembagian warga aksara Jawa Kuna/ Dewanegari, sebagai berikut, yaitu:

Vokal dan konsonan kantia (guttural, Kerongkongan) dihasilkan dengan mendekatkan lidah kepada kanta (kerongkongan) yaitu bagian langit-langit dekat kerongkongan, terdiri atas: a, ä, ka, kha, ga, gha, nga, ha.
Vokal dan konsonan talawia (palatal, tekak) dihasilkan dengan mendekatkan lidah kepada talu (talu = palatum, tekak), yaitu langit-langit lembut dan menghasilkan: i, ï, ca, cha, ja, jha, ña, ya, ça.
Vokal dan konsonan murdania (lingual, cerebral) dihasilkan dengan mendekatkan lidah (lungua) dekat langit-langit keras (cerebrum, murdha) dan menghasilkan ŗ̃, ţa, ţha, ḍa, ḍha, ņa, ra, şa
Vokal dan konsonan dantia (dental) dihasilkan dengan menyentuhkan ujung lidah kepada lengkung kaki gigi atas (dens, dentis = danta, gigi) dan menghasilkan:ļ, ta, tha, da, dha, na, la, sa.
Vokal dan konsonan ostia (labial) dihasilkan dengan mendekatkan kedua bibir (labium, ostha) dan menghasilkan: u, û, pa, pha, ba, bha, ma, wa.

Lain dari pada vokal-vokal tersebut di atas. kita jumpai juga vokal- vokal rangkap (diftong), yang terjadinya sebagai berikut:

Vokal gutturo-palatal (kanthalawya) dihasilkan dengan menggerakkan lidah ke dekat kanta dan talu menghasilkan: e, ai.
Vokal gutturo-labial (kanthosthya) terjadi adanya kerja sama antara kanta dan osta dan menghasilkan: o, au.

Setelah kita mengetahui cara-cara kerja dan bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat bicara itu barulah kita tuliskan dengan lambang- lambang huruf, di antaranya dengan aksara Bali. Dari lambang- lambang bunyi inilah kemudian setelah dibentuk suatu kata menimbulkan uger- uger penulisan pasang aksara Bali terutama rangkapan- rangkapan wianjana yang tidak sewarga.

Catatan:

Bentuk-bentuk aksara dirga (dirgha = panjang) sebagai = ä, ï, ü diucapkan lebih panjang dari pada: a, i, u hrasua (hrswa = pendek).
Semi vokal (arda swara) yang berfungsi sebagai setengah suara dan setengah konsonan. Dalam tulisan Bali arda suara yang berfungsi sebagai vokal dinyatakan dengan gantungan (kluster) dan kalau berfungsi sebagai konsonan ditulis berjajar.
Anusuara atau anunasika, adalah bunyi yang keluar melalui hidung (nasa) yaitu: ny, m, n, ng.

 

 

 

  Sebelumnya Selanjutnya