PEWARIGAAN       
Rumus Perhitungan Wewaran

Dalam perhitungan wewaran, unsur paling utama yang harus diketahui adalah angka pawukon. Angka pawukon adalah posisi hari dalam siklus 210 hari tahun pawukon. Dimulai dari 1 (Redite wuku Sinta) sampai 210 (Saniscara Watugunung). Kalau semeton sekalian bisa menghafalkan nilai pawukon (di sudut kanan bawah halaman pewarigaan) untuk masing-masing hari penting rerainan di Bali, akan sangat memudahkan untuk mencari kapan suatu hari berlangsung dengan mengkorelasikan selisihnya menggunakan tombol + dan - maju atau mundur ke hari tersebut. Misalnya: Pagerwesi = 4, Galungan = 74, Saraswati = 210 dan sebagainya. Dari Pagerwesi ke Pagerwesi adalah +210, Pagerwesi ke Galungan adalah +70 dan Pagerwesi ke Saraswati adalah -4 atau +206. Sangat mudah bukan?

Ekawara:

1. Luang artinya padat atau tunggal atau massive atau pejal.

Luang adalah hari di mana jumlah urip pancawara dan urip saptawaranya gasal*) (bersisa, jika dibagi 2). Contohnya:

Sedangkan:

Praktisnya ini serupa dengan Dwiwara juga. Luang ini jarang digunakan di Bali, dan hampir tidak dikenal di Jawa. Mungkin kita bertanya-tanya.

Kalau bukan Luang terus namanya apa? Yah bukan apa-apa! Itulah pelajaran mengenai ada dan tiada dalam budaya Bali. Adanya sesuatu yang tidak bernama, tidak berupa, tidak bermassa, tidak berasa. Bukan 0, karena tidak terbilang. Bukan kosong, karena tiada berwadah. Cuma "tiada".

*) Ganjil mempunyai arti 'aneh' atau 'tidak lazim', oleh karena itu marilah kita menggunakan istilah yang tepat yaitu gasal.

Dwiwara:

1. Menga (terbuka), dan 2. Pepet (tertutup).

Hari yang jumlah urip pancawara dan saptawaranya gasal (bersisa jika dibagi 2) disebut Pepet, sedangkan yang genap disebut Menga. Lihat contoh perhitungan ekawara di atas. Dwiwara tidak lagi dipakai di Jawa.

Triwara:

1. Pasah, 2. Beteng, 3. Kajeng.

Perhitungan triwara murni aritmatika, berdaur dari ketiganya. Angka Pawukon dibagi 3, jika sisanya (modulus) 1 adalah Pasah, 2 adalah Beteng, 0 adalah Kajeng. Triwara banyak dipakai dalam menentukan yadnya dan juga hari pasaran di Bali. Di Jawa, triwara ini sudah sangat jarang dipakai.

Caturwara:

1. Sri, 2. Laba, 3. Jaya, 4. Menala

Perhitungan caturwara semi-aritmatika, berdaur 4 hari, tetapi disesuaikan dengan berhenti (pause) di tengah siklus. Dari serial angka Pawukon 1 sampai 70, dibagi dengan 4, jika modulusnya 1 = Sri, 2 = Laba, 3 = Jaya dan 0 = Menala. Kemudian, siklus berhenti pada angka pawukon 71, Jaya sampai 2 hari berturut-turut, terjadi tiga hari Jaya pada wuku Dungulan (disebut Trijaya Dungulan), baru kemudian dilanjutkan lagi bersiklus sampai akhir. Caturwara berkombinasi dengan wewaran yang lain dipakai dalam menentukan hari baik di Bali. Di Jawa, caturwara juga sudah sangat jarang dipakai.

Pancawara:

1. Umanis, 2. Paing, 3. Pon, 4. Wage, 5. Kliwon.

Murni aritmatika, modulus 5 dari angka pawukon menghasilkan 0=Umanis, 1=Paing, 2=Pon, 3=Wage, 4=Kliwon.

Pancawara sangat penting baik di Bali maupun di Jawa, kedua terpenting setelah saptawara. Berkombinasi dengan saptawara menghasilkan 35 hari weton, yaitu siklus 1 bulan Bali (abulan paweton=1 bulan) atau 1 bulan Jawa (sesasi=1 sasi) yang sering dipakai untuk menandai hari kelahiran. Di Bali dikombinasikan lagi dengan wuku menghasilkan oton, dalam siklus 210 hari. Di Jawa, Umanis disebut Legi yang artinya sama (manis), sedangkan yang lain serupa. Pancawara di Jawa disebut dina pasaran, karena itu di beberapa kota di Jawa ada pasar-pasar yang diberi nama pasar Legi, pasar Kliwon, pasar Pon dan sebagainya sesuai dengan hari pasaran yang teramai.

Sadwara:

1. Tungleh, 2. Aryang, 3. Urukung, 4. Paniron, 5. Was, 6. Maulu

Perhitungannya juga murni aritmatika, dengan basis 6. Di Jawa Sadwara ini disebut Paringkelan. Di Bali Paringkelan berarti lain lagi karena kita punya Ingkel, yaitu pantangan yang berlaku seminggu, dan ingkel dina yang berlaku sehari dan disebut jejepan. Ingkel dan jejepan keduanya tampil juga di kelir pewarigaan babadbali.com.

Saptawara:

1. Redite (Minggu; Jw: Akad), 2. Soma (Senin; Jw: Senen), 3. Anggara (Selasa), 4. Buda (Rabu, Jw: Rebo), 5. Wrespati (Kamis, Jw: Kemis), 6. Sukra (Jumat; Jw:Jemuwah), 7. Saniscara (Sabtu, Jw: Tumpak, Setu).

Murni aritmatika dengan basis 7. Paling menonjol pemakaiannya karena siklusnya sama dengan patokan pengelompokan hari internasional dan nasional.

Astawara:

1. Sri, 2. Indra, 3. Guru, 4. Yama, 5. Ludra, 6. Brahma, 7. Kala, 8. Uma

Semi aritmatika. Mirip dengan caturwara, hanya untuk astawara, pause pada Kala selama 2 hari. Terjadi Kala Tiga, start lagi pada hari ke 73. Astawara di Jawa disebut Padewan, sudah jarang dipakai, kecuali pada primbon-primbon kuno.

Sangawara:

1. Dangu, 2. Jangur, 3. Gigis , 4. Nohan, 5. Ogan, 6. Erangan . 7. Urungan, 8. Tulus, 9. Dadi

Semi Aritmatika. Dari angka pawukon pertama sampai ke 4 adalah Dangu, hari berikutnya siklus mulai berjalan dengan basis 9, sampai akhir. Menghasilkan Catur Dangu mulai Redite Sinta sampai Budha Sinta. Sangawara juga jarang dipakai di Jawa, disebut Padangon, hanya pada primbon-primbon.

Dasawara:

1. Pandita, 2. Pati, 3. Suka, 4. Duka, 5. Sri, 6. Manuh, 7. Manusa, 8. Raja, 9. Dewa, 10. Raksasa

Modulus 10 dari jumlah urip Pancawara dan urip Saptawara, untuk hasil 0=Pandita,... dan seterusnya sampai 9=Raksasa. Dasawara juga disebut Watek Agung dalam pawatekan.