Pura Amertasari
 
 
Pura Amertasari

Dharma dhanam ca dhanyan ca
guror vacenamausadham,
sugrhitan ca kartavyam,
anyatha tu na jivati
(Canakya Nitisastra, XIV, 18)

Maksudnya:
Kalau ingin hidup sejahtera, lindungilah dharma, kekayaan material, bahan makanan, kata-kata bijak Guru Suci dan sistem hidup sehat.


Berbakti kepada Tuhan bukanlah sekadar untuk berbakti dalam wujud ritual formal. Berbakti pada Tuhan dengan sarana tempat pemujaan dengan berbagai kelengkapannya bukanlah sekadar untuk berbakti untuk menunjukkan bahwa kita sudah beragama. Berbakti pada Tuhan memiliki tujuan yang amat luas.

Salah satu tujuan berbakti pada Tuhan untuk menguatkan motivasi hidup dengan mengembangkan aspek spiritual. Dari kuatnya motivasi hidup itulah berbagai kegiatan hidup dapat diselenggarakan dengan tepat, baik dan benar. Salah satu pahala dari terselenggaranya kehidupan yang tepat, baik dan benar itu terwujudnya kehidupan yang sejahtera. Mengembangkan dan memelihara kehidupan yang sejahetra Tuhan dipuja sebagai Dewa Wisnu. Dewi Sri adalah sebagai ''saktinya'' Dewa Wisnu dalam menuntun umat manusia dalam mengembangkan dan memelihara kehidupan makmur dan sejahtera itu.

Pura Amerthasari di Banjar Merthasari Desa Adat Lokasari, Loloan Timur, Kabupaten Jembrana adalah pura untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Ayu Manik Galih. Tujuan pemujaan ini adalah untuk mendapatkan motivasi religius dalam mengembangkan kehidupan yang sejahtera. Dewa Ayu Manik Galih sebutan lain dari Tuhan sebagai dewanya padi. Suburnya tanaman pangan yang disebut padi itu adalah simbol kemakmuran ekonomi.

Dalam tradisi kehidupan beragama Hindu di Bali, Dewa Ayu Manik Galih itu adalah sebutan lain dari Dewi Sri. Dewa Wisnu ''Saktinya'' adalah Dewi Sri sebagai dewinya kemakmuran ekonomi. Mengapa saktinya Dewa Wisnu yang dipuja. Hal ini mempunyai nilai aplikatif dalam mengimplementasikan pemujaan pada Tuhan.

Sakti dalam pustaka suci Wrehaspati Tattwa 14 dinyatakan: Sakti ngaranya ikang sarwa jnanya lawan sarwa karya. Artinya Sakti namanya yang banyak ilmu dan banyak kerja. Ilmu yang diamalkan dalam kerja itulah yang disebut sakti. Dengan demikian pemujaan Dewi Sri sebagai Saktinya Dewa Wisnu mengandung makna bahwa untuk mengembangkan dan melindungi kehidupan yang makmur sejahtera tidak cukup hanya dengan memuja Tuhan dengan mencakupkan tangan di depan tempat pemujawan Dewi Sri.

Pemujaan itu hendaknya dilanjutkan dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan tepat, baik dan benar dalam wujud berbagai pekerjaan nyata. Dalam ilmu itu ada nilai dan konsep. Wujudkanlah nilai dan konsep itu dalam kerja sehingga memperoleh pahala mulia dari Tuhan. Dalam memelihara kehidupan yang makmur dan sejahtera itu menurut Canakya Nitisastra XIV.18 yang dikutip di atas ini adalah mengembangkan dan melindungi lima hal yaitu Dharma, Dhana, Dhanyan, Guru Wacana dan Ausada.

Dharma itu sering disinonimkan dengan agama. Artinya kalau ingin hidup sejahtera pelihara dan kembangkanlah dharma agama dengan tepat, baik dan benar. Agama jangan dijadikan media formal untuk meraih citra moral semata dengan menampilkan kegiatan-kegiatan eksklusif. Hal ini dapat menimbulkan beban hidup yang memberatkan hidup. Agama yang intinya berupa sradha dan bhakti pada Tuhan hendaknya diimplementasikan menjadi sistem religi yang lebih dinamis untuk menuntun hidup ke dalam berbagai sistem budaya.

Dharma juga berarti kebenaran, kewajiban dan kebajikan. Untuk mendapatkan hidup makmur dan sejahtera itu hiduplah berdasarkan kebenaran, berbuat sesuai dengan kewajiban hidup. Di samping itu, dharma juga berarti melakukan kebajikan pada sesama ciptaan Tuhan.

Dhana artinya harta benda berupa kekayaan. Hal ini harus dicari dan lindungi dengan tepat, baik dan benar. Mendapatkan dhana haruslah berdasarkan dharma. Dalam Wrehaspati Tattwa 32 ada delapan kepuasan hidup atau Asta Tusti yang seyogianya diusahakan dalam hidup ini. Di antaranya Arjana dan Raksana. Arjana artinya rezeki atau penghasilan yang dapat dikumpulkan dengan kerja yang benar. Sedangkan Raksana adalah memperoleh rasa aman. Juga berarti menggunakan rezeki atau Arjana itu dengan sebaik-baiknya sehingga menimbulkan rasa aman dalam diri.

Dhana itu seharusnya digunakan untuk menyukseskan tujuan mencapai Dharma, Artha dan Kama. Pemeliharaan dan perlindungan dhana itu agar jangan penggunakan dhana itu justru menimbulkan perilaku adharma.

Dhanyan artinya bahan makanan. Bahan makanan itu harus didapatkan dari dharma dengan tidak merusak alam sumber dari bahan makanan itu, dipilih makanan yang satvika, diolah secara Catur Sudhi sehingga bahan makanan yang diolah itu tetap dapat berfungsi sebagai bahan makanan yang sehat dan tetap Satvika Ahara. Pola makan dengan konsep ilmu kesehatan yang tepat.

Guru Wacanam artinya kata-kata bijak atau Subha Sita yang dikembangkan oleh para guru suci seperti para maharesi dan para pandita yang ahli dalam mengembangkan ajaran suci Weda ke dalam kata-kata sastra yang bermakna dan dapat meresap ke dalam lubuk hati sanubari umat. Kata-kata bijak atau Subha Sita itulah yang harus dilindungi dengan diajarkan pada umat melalui sistem pendidikan baik formal, nonformal dan informal. Kata-kata bijak guru suci itu adalah warisan karya para resi yang telah banyak, baik dalam wujud Itihasa maupun Purana dan kitab-kitab Sastra Weda lainnya. Kata-kata bijak ini harus disebarkan seluas-luasnya sepanjang masa pada setiap generasi. Dengan demikian umat akan terus tertuntun oleh kata-kata bijak sebagai wacana para guru suci itu sebagai media penyebaran ajaran Weda sabda Tuhan.

Ausada artinya obat-obatan sebagai cara untuk memelihara kesehatan masyarakat. Dalam pengertian yang lebih luas Ausada juga berarti melindungi sistem hidup sehat untuk diterapkan pada setiap generasi. Demikianlah lima hal yang wajib dilindungi kalau ingin mendapatkan hidup yang sejahtera.

* I Ketut Gobyah