Pura Dukuh Sakti Catur Lawa
 
 
Pura Dukuh Sakti Catur Lawa Pura Besakih

Sakti ngarania ikang sarwa jnyana
Sakti ngarania ikang sarwa jnyana
lawan sarwakarta (Wrehaspati Tattwa.14)

Maksudnya:
Sakti namanya adalah yang banyak ilmu pengetahuan (sarwa jnyaya) dan banyak melakukan karya berdasarkan ilmu tersebut (sarwa karta).

Menurut Pustaka Purana Besakih, bahwa Pura Dukuh Sakti di sebelah utara Pura Penataran Agung Besakih tergolong Pura Catur Lawa. Pura Catur Lawa lainnya adalah Pura Pasek, Pura Pande, dan Pura Penyarikan. Di samping ada Pura Catur Lawa sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Pura Agung Besakih terdapat pula Pura Catur Dala atau Pura Catur Loka Pala yaitu empat kompleks pura yang menjadi unsur utama dari Pura Besakih.

Pura Catur Loka Pala ini berada di empat penjuru angin dengan Pura Penataran Agung Besakih sebagai sentralnya di tengah-tengah. Pura Catur Dala atau Pura Catur Loka Pala ini adalah Pura Batu Madeg media pemujaan Batara Wisnu di utara Pura Penataran Agung Besakih. Pura Gelap media pemujaan Batara Iswara di arah timur. Pura Kiduling Kreteg media pemujaan Batara Brahma di arah selatan. Sedangkan di arah barat Pura Ulun Kulkul. Pura Besakih disimbolkan bagaikan bunga padma sakral. Pura Penataran Agung ibarat sari bunga padma.

Pura Catur Dala itu ibarat empat kelopak daun bunga padma tersebut. Dalam berbagai Puja Stawa bunga padma disimbolkan sebagai Bhuwana Agung stana Tuhan yang sesungguhnya. Tuhan menurut kepercayaan Hindu ada di mana-mana meresap di seluruh bagian Bhuwana Agung maupun Bhuwana Alit. Bahkan Tuhan berada di luar alam semesta yang tiada terhingga. Demikian jugalah halnya Pura Besakih dengan seluruh komplekanya sebagai simbol sakral Bhuwana Agung sebagai Padma stana Tuhan Yang Maha Esa.

Empat pura yang disebut Pura Catur Lawa itu memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam mengeksistensikan berbagai kegiatan ritual dan spiritual di Pura Besakih. Tetapi perbedaan-perbedaan fungsi Pura Catur Lawa itu sebagai pembagian tugas untuk menyukseskan tujuan mulia upacara di Pura Besakih yaitu harmonisnya hubungan umat manusia dengan alam lingkungannya, dengan sesama manusia dan harmonis yang tertinggi adalah dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pangan, baik yang sakral maupun yang biasa yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan kegiatan ritual dan spiritual di Pura Besakih.

Masing-masing Pura Catur Lawa itu memiliki pangempon tersendiri. Pangempon dalam hal ini berarti yang mengurusi segala sesuatunya agar pura tersebut dapat difungsikan dengan sebaik-baiknya oleh umat panyungsung. Artinya pangempon pura ini bukan berarti hanya warga pangempon saja yang boleh menggunakan pura ini sebagai sarana untuk menyelenggarakan kehidupan beragama Hindu.

Demikianlah Pura Dukuh Sakti ini sebagai Pura Catur Lawa dan sebagai pangempon-nya adalah warga Dukuh Sagening. Pura Dukuh Sakti ini bukanlah semata-mata sebagai Pura Padharman Warga Dukuh Sagening. Yang lebih menonjol sebagai Pura Catur Lawa Pura Agung Besakih.

Sekarang untuk mencapai Pura Dukuh Sakti ini dapat dilalui dengan kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor lewat Pura Peninjoan. Di Pura Dukuh Sakti ini terdapat pelinggih utama berupa Meru Tumpang Lima sebagai pemujaan Hyang Sangkul Putih. Beliau ini adalah orang suci yang memiliki jasa besar untuk mengatur berbagai kegiatan upacara yadnya di Pura Besakih.

Pura Dukuh Sakti ini nampaknya sebagai pasraman tempat belajar dan latihan bertapa dengan Sangkul Putih sebagai penuntun spiritual. Istilah Dukuh sesungguhnya sebutan Dwijati. Ia tidak keliling menjumpai umat memberikan tuntunan rohani. Dukuh adalah Dwijati yang menetap di asramanya. Umat yang membutuhkan tuntunanlah yang datang ke asrama sang Dukuh.

Hak inilah yang dalam Sarasamuscaya 40 dinyatakan bahwa pandita sebagai sang Patirthan. Maksudnya salah satu fungsi pandita di suatu paguyuban umat sebagai tempat untuk memohon penyucian diri. Pura Dukuh Sakti inilah sebagai media pasraman sang guru suci untuk melayani umat yang mohon tuntunan penyucian diri kepada sang pandita. Dwijati yang demikian itulah yang disebut Dukuh.

Mengapa Pura Catur Lawa itu disebut Pura Dukuh Sakti. Sakti menurut pengertian Pustaka Wrehaspadi Tattwa 14 dalam ulasan bahasa Jawa Kunonya yang dikutip di atas itu adalah sebagai sebutan mereka yang sudah memiliki banyak ilmu atau sarwa. Jnyana dan juga sudah banyak melakukan kerja nyata sebagai upaya mewujudkan ilmu yang dimiliki. Di Pura Dukuh Sakti ini berstana Sang Hyang Sangkul Putih yang memang sakti.

Kesaktian Sangkul Putih itu sebagaimana dinyatakan dalam Pustaka Werehaspati Tattwa 14. Artinya beliau Sangkul Putih itu benar-benar dwijati yang memiliki banyak ilmu atau Samiajnyanam atau memiliki Para Widia dan Apara Widia. Maksudnya memiliki ilmu tentang kerohanian dan tentang ilmu dunia nyata ini yang disebut Apara Widya. Menurut Prasasti Penataran Agung A. Putra, Pura Dukuh Sakti ini didirikan pada abad ke-15 Masehi saat Dalem Waturenggong sebagai Raja di Klungkung.

Tentunya keberadaan fisik Pura Dukuh Sakti saat itu tidak seperti sekarang. Keadaan fisik Pura Dukuh Sakti sekarang sudah banyak mendapatkan perhatian umat dan Pemda Bali dengan berbagai perbaikan pelinggih yang sudah rusak. Pujawali di Pura Dukuh Sakti ini setiap tahun sekali berdasarkan Chandra Premana yaitu pada Purnamaning Sasih Kapat. Di pura ini terdapat juga pelinggih bebaturan sebagai pertanda zaman kejayaan Hindu Siwa Pasupata.

Meskipun sampai saat ini Hindu di Bali berada di bawah Hindu Siwa Sidhanta, peninggalan-peninggalan Siwa Pasupata tetap dipelihara dan amat dihormati. Demikian juga di Pura Dukuh Sakti ini didirikan juga Pelinggih Manjangan Saluwang yang mengingatkan kita pada kejayaan Mpu Kuturan mendampingi raja menata kehidupan umat dalam mengamalkan ajaran agama Hindu di Bali. Karena jasa-jasa Mpu Kuturan itulah diperingati dengan suatu bentuk pelinggih yang amat khas yang disebut Pelinggih Manjangan Saluwang. Pelinggih untuk mengingat jasa-jasa Mpu Kuturan banyak di Pura Dewa Pratistha dan Atma Pratistha. * I Ketut Gobyah