Pura Pusering Jagat (Puser Tasik)
 
 
  Pura Pusering Jagat
 

Bertanyalah di mana pusat dunia kepada warga Desa Pejeng, Gianyar, maka dengan cekatan mereka akan mengatakan bahwa di Pura Pusering Jagatlah tempatnya. Bagi mereka di Pura Pusering Jagatlah awal mula kehidupan dan peradaban dunia. Keyakinan itu kemungkinan besar karena Pusering Jagat memang berarti pusat semesta.

Pura Pusering Jagat memang merupakan pura penting di Bali. Pura ini termasuk satu dari enam pura kahyangan jagat yang berposisi di tengah-tengah. Dalam kosmologi Hindu, tengah adalah sthana (tempat bersemayam) Dewa Siwa.

Pura Pusering Jagat terletak di desa Pejeng yang di masa lampau merupakan pusat Kerajaan Bali Kuna. Banyak yang menduga bahwa kata pejeng berasal dari kata pajeng yang berarti payung. Dari desa inilah raja-raja Bali Kuna memayungi rakyatnya. Namun, ada juga yang menduga kata pejeng berasal dari kata pajang (bahasa Jawa Kuna) yang berarti sinar. Diyakini, dari sinilah sinar kecemerlangan dipancarkan ke seluruh jagat.

Dalam lontar-lontar kuna, Pura Pusering Jagat juga dikenal sebagai Pura Pusering Tasik atau pusatnya lautan. Penamaan itu akan mengingatkan masyarakat Hindu kepada cerita Adi Parwa yang mengisahkan perjuangan para dewa dalam mencari tirtha amertha (air kehidupan) di tengah lautan Ksirarnawa.

Di pura ini terdapat arca-arca yang menunjukkan bahwa pura ini adalah tempat pemujaan Siwa seperti arca Ganesha (putra Siwa), Durga (sakti Siwa), juga arca-arca Bhairawa. Ada juga arca berbentuk kelamin laki-laki (purusa) dan perempuan (pradana). Dalam ajaran Hindu, Purusa dan Pradana ini adalah ciptaan Tuhan yang pertama. Purusa adalah benih-benih kejiwaan, sedangkan Pradana benih-benih kebendaan. Pertemuan Purusa dan Pradana inilah melahirkan kehidupan dan harmoni.

Di pura ini juga terdapat peninggalan kuno berbentuk bejana yang disebut sangku sudamala yang melambangkan limpahan air suci untuk kehidupan. Di dalam sangku sudamala ini terdapat gambar yang menandakan angka tahun Saka 1251.

 
  Batara Amangkurat
 

Tumurun pwa Bhatara Siwa, angeka pada ring Mahameru tinut denira bhatara kang umungguh ring Watukaru Bhatara Maha Dewa, ring Toh Langkir Bhatara Pasupati, ring Lempuhyang Bhatara Hyang Gnijaya, Ring Gowa Lawah Bhatara Hyang Basuki, ring Pusering Tasik Bhatara Hyang Amangkurat, muangring Uluwatu Bhatara Agni Mahajaya.

(Kutipan Lontar Kusuma Dewa)

Maksudnya: Turunlah Tuhan Siwa membumi di Mahameru diikuti oleh para Dewa yang distanakan di Batukaru Batara Maha Dewa, di Gunung Agung Batara Pasupati, di Lempuhyang Batara Hyang Gni Jaya, di Gowa Lawah Batara Hyang Basuki, di Pusering Jagat Batara Amangkurat dan Uluwatu Batara Agni Maha Jaya (Rudra).

 

Pura Pusering Jagat berada di Desa Pejeng Kecamatan Tampaksiring, Gianyar. Pura Pusering Jagat ini tergolong pura yang sangat tua usianya. Di dalam pura ini terdapat banyak peninggalan purbakala. Pura Pusering Jagat ini dalam Lontar Kusuma Dewa disebut Pura Pusering Tasik sebagai salah satu dari Pura Sad Kahyangan di Bali. Tidak kurang dari sembilan lontar yang ada di Bali menyatakan tentang Sad Kahyangan yang berbeda-beda. Tahun 1979 pernah dilakukan penelitian tentang keberadaan Sad Kahyangan di Bali oleh tim peneliti IHD (Unhi sekarang). Tim peneliti tersebut menetapkan Sad Kahyangan yang dinyatakan dalam Lontar Kusuma Dewa tersebut sebagai Sad Kahyangan di Bali. Hal itu dilakukan karena Sad Kahyangan yang dinyatakan dalam Lontar Kusuma Dewa itu didirikan saat Bali masih bersatu dalam satu kerajaan dengan Mpu Kuturan sebagai Pandita Kerajaan. Setelah Bali menjadi sembilan kerajaan, sepertinya tiap-tiap kerajaan di Bali memiliki Sad Kahyangannya masing-masing. Hal inilah yang menyebabkan adanya beberapa lontar menyatakan adanya Sad Kahyangan yang berbeda-beda.

Dalam Lontar Kusuma Dewa itu Pura Pusering Jagat dinyatakan sebagai tempat pemujaan Batara Amangkurat. Artinya di Pura Pusering Jagat ini Tuhan dipuja sebagai dewa penuntun mereka yang sedang memangku jabatan menata kehidupan rakyat. Penguasa itu akan mengabdi pada yang dikuasai apabila mereka yang berkuasa itu adalah mereka yang memiliki sikap hidup yang religius. Tanpa religiusitas yang kuat penguasa dapat berbuat sewenang-wenang pada rakyat yang dikuasainya. Di Pura Pusering Jagat ini palinggih yang paling utama adalah Palinggih Ratu Pusering Jagat.

Di samping itu terdapat palinggih yang disebut Gedong Purusa. Di palinggih ini terdapat simbol Purusa dan Pradana yang digambarkan dengan alat reproduksi laki-laki dan perempuan. Dalam ajaran Samkhya Yoga, Purusa dan Pradana ini adalah ciptaan Tuhan (Iswara) yang pertama. Purusa adalah benih-benih kejiwaan, sedangkan Pradana adalah benih-benih kebendaan. Melalui Purusa dan Pradana inilah Tuhan menciptakan kehidupan yang sejahtera untuk mengisi alam semesta ini. Hal ini juga berarti para penguasa yang memuja Tuhan di Pura Pusering Jagat ini diharapkan mendapatkan kekuatan spiritual untuk menyeimbangkan eksistensi Purusa dan Pradana agar terus bersinergi. Dengan kuatnya sinergi Purusa atau unsur kejiwaan dengan Pradana unsur kebendaan maka akan terciptalah berbagai sumber kehidupan untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera lahir batin. Swadharma utama para penguasa rakyat (Sang Amangkurat) adalah mengupayakan terciptanya nilai-nilai kejiwaan dan kebendaan secara berkesinambungan untuk membangun manusia dan masyarakat yang semakin berkualitas. Di samping Palinggih Gedong Purusa ada Palinggih Ratu Sidakarya. Palinggih ini sebagai sarana memuja Tuhan untuk menguatkan spiritualitas umat yang memuja Tuhan untuk mencapai keberhasilan dalam kerjanya (sidhakarya). Tujuan memuja Tuhan untuk meningkatkan etos kerja umat dalam menyelenggarakan kehidupannya.

Tujuan pemujaan Tuhan di Pura Sad Kahyangan di Bali memang untuk menegakkan Sad Kerti yaitu Atma Kerti, Samudra Kerti, Wana Kerti, Danu Kerti, Jagat Kerti dan Jana Kerti. Sad Kerti itu enam upaya untuk menjaga eksistensi kesucian atman, fungsi samudera, hutan, sumber air, sistem sosial dan individu yang solid. Di timur Gedong Purusa terdapat peninggalan kuno berbentuk bejana yang disebut sangku sudamala. Bejana ini sebagai simbol wadah air suci untuk menyucikan hidup manusia. Karena dengan kesucian itulah dharma dapat ditegakkan dalam hidup ini. Di sangku sudamala ini ada gambar yang menandakan angka tahun Saka 1251. Di sebelah kanan Palinggih Sidakarya terdapat Palinggih Catur Muka. Palinggih ini sebagai media pemujaan Dewa Catur Loka Pala manifestasi Tuhan sebagai pelindung empat arah. Lewat pemujaan Tuhan sebagai Catur Muka yaitu Dewa Iswara, Dewa Brahma, Dewa Maha Dewa dan Dewa Wisnu ini dimohonkan terciptanya sumber-sumber kehidupan berupa rasa aman dan sejahtera di semua penjuru dunia. Hal ini dimaksudkan untuk memohon adanya pemerataan yang adil untuk memperoleh kehidupan yang aman dan sejahtera di semua penjuru yang mesti diupayakan oleh mereka yang memegang jabatan untuk melayani publik atau jagat.

* Ketut Gobyah