Pura Rambut Siwi
 
 
  Pura Rambut Siwi
  Rambut Dang Hyang Nirartha
Santa dyauh santa prthivi
Santam idam idam urvantariksam
Santam udanvatir apah
Santa nah santu-osadhih.
Athrvaveda XIX.9.1).

Maksudnya: semoga langit penuh damai. Semoga bumi bebas dari gangguan-gangguan. Semoga lapisan udara yang meliputi bumi (atmosfir) yang luas menjadi tenang. Semoga air terus mengalir memberikan kehidupan dan kesejukan. Semoga semua tanaman tumbuh menjadi bermanfaat untuk kami.

 

Pura Rambut Siwi -- kurang lebih 17 km di timur kota Negara -- adalah pura untuk memuja Tuhan sebagai dewanya pertanian. Turun ke bawah di bagian tenggara Pura Rambut Siwi terdapat Pura Segara. Pura ini ada juga yang menyebutnya Pura Taman. Bersebelahan dengan Pura Segara itu terdapat Pura Penataran. Dalam acara persembahyangan apalagi kalau ada pujawali atau piodalan, ketiga pura itu sangat nampak keterkaitannya. Pujawali diadakan setiap enam bulan wuku yaitu pada hari Buda Umanis Prangbakat. Umumnya kalau kita bersembahyang ke Pura Rambut Siwi ini pasti juga dilakukan persembahyangan di Pura Segara dan Pura Penataran. Naik ke atas di barat dayanya barulah Pura Rambut Siwi berdiri megah. Memperhatikan susunan letak tiga pura tersebut nampak pura tersebut sangat tua umurnya. Karena sebelum Mpu Kuturan mengajarkan pembangunan Kahyangan Tiga di setiap desa pakraman di Bali sudah ada tiga jenis pura di setiap kerajaan di Bali yaitu Pura Segara, Pura Penataran dan Pura Puncak. Pura Rambut Siwi ini tergolong Pura Puncak-nya karena letaknya di puncak atau di dataran tinggi kalau dilihat dari Pura Segara dan Penataran. Hal ini melambangkan pemujaan Tuhan menjiwai Bhur Loka, Bhuwah Loka dan Swah Loka. Tiga pura tersebut melukiskan bahwa Tuhan itu ada di mana-mana, di alam bawah, tengah maupun di alam atas.

Di samping itu, tiga pura ini sebagai media untuk memohon kedamaian di Tri Loka tersebut. Memohon kedamaian di Tri Loka itu dinyatakan dalam mantram Atharvaveda dalam kutipan di atas. Kalau langit, udara dan tanah serta air di bumi dalam keadaan damai maka kehidupan agraris yang berpangkal pada eksistensi pertanian pasti berlangsung dengan baik. Masyarakat di daerah Jembrana memohon kepada Tuhan di Pura Rambut Siwi dengan Pura Penataran dan Pura Segara-nya agar bumi, udara dan langit tidak terganggu fungsinya menjadi sumber kehidupan ekonomi agraris di Jembrana. Kemakmuran ekonomi itu sangat tergantung pada tercukupnya kebutuhan masyarakat akan makan, minum, sandang dan perumahan. Kalau tanah dan air rusak, udara kotor penuh polusi maka pertanian itu akan sulit dikembangkan dengan baik.

Mengapa pura ini sekarang lebih terkenal dengan sebutan Pura Rambut Siwi? Hal itu terkait dengan mitologi kedatangan Mpu Dang Hyang Nirartha dari Jawa Timur atau Majapahit ke Bali. Menurut Mpu Bhaskara Murti dari Geria Madu Sudana di kota Negara, saat Mpu Dang Hyang Nirartha ke Bali salah satu pura yang beliau kunjungi adalah Pura Rambut Siwi. Saat beliau memasuki pura, penjaga pura mengharuskan agar Mpu Dang Hyang Nirartha sembahyang di pura tersebut. Kalau tidak, beliau akan diterkam oleh harimau. Karena diharuskan, menyembahlah beliau di pura tersebut. Ternyata pura tersebut menjadi hancur berantakan. Karena demikian, penjaga pura akhirnya mohon maaf kepada Mpu Dang Hyang Nirartha. Di samping itu penjaga pura mohon agar pura itu dikembalikan pada keadaan semula. Atas kewisesaan Mpu Dang Hyang Nirartha, pura itu pun kembali utuh seperti sediakala. Mpu Dang Hyang Nirartha mengambil sehelai rambut beliau diletakkan di pura tersebut untuk dijadikan sarana pemujaan di pura tersebut. Sejak itulah pura tersebut bernama Pura Rambut Siwi. Nama Rambut Siwi inilah yang lebih populer sampai saat ini.

Saat Mpu Dang Hyang Nirartha ke Bali yang berkuasa di Jembrana adalah I Gusti Ngurah Rangsasa. Konon penguasa ini menganut ajaran Bairawa. Ajaran Bairawa ini bersumber dari ajaran Tantrayana. Pada zaman dahulu banyak yang menyalahartikan ajaran Tantrayana ini. Misalnya salah satu ajarannya ada yang menyatakan tentang maituna yang diartikan sebagai hubungan seks secara bebas dan erotis. Hakikat ajaran maituna adalah suatu sikap yoga untuk menguatkan dan meningkatkan hubungan purusa dengan pradana dalam diri. Dari hubungan tersebut akan muncul daya spiritual dari dalam diri yang lebih hebat. Daya spiritual itu akan mampu mengekspresikan kesucian Atman mencapai Brahman/keadaan diri yang seperti itu akan berdaya guna untuk membangun jati diri yang sehat jasmani dan rohani. Dalam Mahanirwana Tantra dinyatakan bahwa Tantrayana itu menguatkan kekuatan Guna Sattwam dan Rajas secara seimbang menguasai pikiran. Pikiran yang dikuatkan oleh Guna Sattwam dan Rajas itu akan mampu membuat manusia berniat baik dan berbuat baik secara nyata.

Nampaknya ajaran Tantrayana inilah yang diluruskan oleh Mpu Dang Hyang Nirartha ketika datang di Jembrana khususnya dan di Bali pada umumnya.

* Ketut Gobyah