Canang Sari - Dharmawacana
Topik sebelumnya  Topik selanjutnya
Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi
 
Tentang: GUNAKAN BAHASA INDONESIA, JAUHKAN FEODALISME DAN KULTUS
 
25 Sep 2003

Rekan-rekan sedharma Yth.

Om Swastyastu,

Banyak rekan-rekan sedharma yang mengusulkan agar komunikasi di HD-NET khususnya ke saya agar menggunakan Bahasa Indonesia. Ya, benar demikian. Jika rekan bisa membaca yang tersirat, saya sudah mengajak demikian, karena saya selalu membalas pertanyaan atau menyampaikan sesuatu dalam Bahasa Indonesia, kecuali beberapa istilah yang tidak bisa diterjemahkan, baik itu berasal dari bahasa Sanskrit, Kawi, atau Bali. Untuk itu saya upayakan menggunakan tanda petik misalnya "teledu nginyah" ini kalau dipakai Bahasa Indonesia akan lucu dan membingungkan jadi apa ya bisa diterjemahkan: Kalajengking berjemur?

Saya masuk HD-NET karena saya mengerti keadaan rekan, khususnya yang ada diluar Bali, orang Hindu bukan Bali, orang Bali kelahiran luar Bali, orang Bali yang besar dilingkungan non-Bali. Karena saya pernah demikian, kan sudah saya ceritrakan dahulu, sebagian besar hidup saya diluar Bali: SD di Ende Flores; tamat SMEA sampai pensiun saya di luar Bali. Namun demikian bahasa Bali tetap saya pelajari sebagai "ILMU" karena saya pikir, bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Jepang saja dipelajari dan diusahakan mengerti, kenapa bahasa Bali tidak? Syukur Bahasa Bali saya baik sehingga saya bisa berkomunikasi, berdharma wacana dan berdharma tula di TV, Radio, atau langsung di Bali menggunakan bahasa Bali yang baik, sehingga mereka yang mendengarkan merasa pas. Misalnya berdharma wacana di Pura Dalem Ringdikit, nah kalau pakai Bahasa Indonesia nanti pendengarnya terutama yang tua-tua tidak mengerti atau mengira saya ini Pandita yang tidak ngerti bahasa Bali. Jadi lihat SIKON; kalau di HD-NET sikonnya Bahasa Indonesia, namun sekali lagi rekan-rekan sedharma yang orang Bali, pelajari Bahasa Bali sebagai Ilmu; nanti akan berguna bagi hidup anda.

JAUHKAN FEODALISME DAN KULTUS. Sebagai Hindu moderat saya sangat tidak menyenangi Feodalisme baik dalam ucapan maupun tingkah laku. Kata-kata: "Titiang mamitang lugra" (saya minta maaf), "Ampurayang titiang" (maafkan saya) tidak berlaku di Geria Lingga. Menyebut diri: "Titiang kaulan druwene" (saya hamba tuan), "Titiang parekan saking........" (Saya hambamu dari..........) juga tidak berlaku di Geria Lingga. Duduk di lantai menyembah-nyembah, juga tidak berlaku di Geria Lingga karena ada korsi yang banyak, kita duduk bersama. Salam bertemu: Om Swastyastu, dll. mau bilang selamat pagi, siang, malam, juga boleh. Mau bilang "Hello" juga bagus seperti anak-anak ashram saya yang dari luar negeri. KULTUS pada diri seseorang adalah anggapan bahwa seseorang yang dikagumi itu super. Ini berbahaya, karena lama-lama orang yang dikultuskan itu menjadi arogan. Saya waspada pada hal yang satu ini karena termasuk SADRIPU.

Pada umumnya kwalitas beragama kita (terutama di Bali) sangat jauh dibandingkan dengan rekan-rekan yang beragama lain. Statement ini pernah disampaikan oleh ex Presiden RI Abdulrachman Wahid. Nyatanya memang benar demikian. Salah satu sebabnya karena antara Pendeta (Sulinggih/ Pandita) dan "umatnya" ada communication gap yang parah sejak berabad-abad. Handicap itu bisa karena feodalisme, kultus, dan "anggah-ungguh" yang tidak pada tempatnya. Adakah Sulinggih di Bali yang mau datang berkunjung ke rumah "sisia"-nya tanpa upacara "muput"?, Adakah Sulinggih di Bali yang mau menengok sisianya yang sakit di rumah sakit? Adakah Sulinggih di Bali yang mau datang ke rapat ("Sangkepan") Banjar? Nah jika ada communication gap bagaimana bisa membimbing "umat"-nya dengan baik? Apa Sulinggih tugasnya hanya menyelesaikan ritual (upacara) saja? Lalu apa makna dari "Sadana" dan "Acarya Dewa Bhawa" atau "Sang Katrini Katon" yang diwajibkan bagi Sulinggih dalam kitab-kitab suci? Untuk hal ini akan saya sampaikan secara panjang lebar nanti dalam serial saya setelah "Padmasana" yang kini masih bersambung/ belum selesai.

Mudah-mudahan dengan penjelasan ini rekan-rekan sedharma menjadi lebih terbuka, lebih familiar, lebih akrab, tanpa curiga, prasangka macam-macam, tidak kikuk, dll. Yang penting mari kita pecahkan masalah kita sebagai pemeluk HINDU. Melalui HD-NET saya bisa menunaikan tugas saya sebagai Sulinggih antara lain dalam bentuk JNANA YADNYA dan DRWIYA YADNYA.

Om Santi, Santi, Santi, Om......

 
 
Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi
Geria Tamansari Lingga Ashrama
Jalan Pantai Lingga, Banyuasri, Singaraja, Bali
Telpon: 0362-22113, 0362-27010. HP. 081-797-1986-4