Canang Sari - Dharmawacana
Topik sebelumnya  Topik selanjutnya
Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi
 
Tentang: SATYAM, SIWAM, SUNDARAM lanjutan 17
Seri sebelumnya Topik utama Seri selanjutnya
5 Agustus - 7 September 2003

Rekan-rekan sedharma Yth.

Om Swastiastu,

GRAHASTA

Grhastha adalah masa berumah tangga, masa menikah dan mengembangkan keturunan. Dalam menempuh ashrama yang kedua ini diupayakan terwujudnya rumah tangga/ keluarga yang bahagia. Kebahagiaan ditunjang oleh unsur-unsur material dan non material. Unsur material adalah tercukupinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan/ perumahan, semuanya disebut artha. Unsur non material adalah rasa kedekatan dengan Hyang Widhi yang disebut dharma, dan unsur non material lainnya: pendidikan, sex, kasih sayang antara suami - istri - anak, mempunyai keturunan, keamanan rumah tangga, harga diri keluarga, dan eksistensi sosial di masyarakat yang semuanya disebut kama. Berkeluarga mempunyai arti dan kedudukan khusus dalam kehidupan manusia karena melalui pernikahan lahirlah anak-anak yang disebut putra. Kata putra terdiri dari dua pokok kata yaitu "PUT" artinya neraka, dan "RA" artinya menyelamatkan. Jadi putra adalah anak yang menyelamatkan orang tuanya dari neraka. Disebut demikian karena anaklah yang merawat orang tuanya ketika mereka secara phisik dan mental sudah tua dan kurang mampu mengurus diri sendiri. Di samping itu sesuai dengan tradisi beragama Hindu di Bali, anak mempunyai kewajiban melaksanakan upacara pitra yadnya bagi orang tuanya yang sudah meninggal dunia, dengan tujuan agar roh/ atma-nya terbebas dari ikatan Panca Mahabutha dan Panca Tanmatra. Cinta kasih dalam hubungan anak orang tua berlangsung timbal balik; sejak anak masih dalam kandungan ibu sampai dewasa dan mandiri, orang tualah yang berkewajiban mengurus dan setelah anak memasuki grhastha ashrama, anaklah yang wajib mengurus orang tuanya.

Hidup berkeluarga diawali dengan "pawiwahan" maka oleh karena itu pawiwahan dalam Manawa Dharmasastra disebut sebagai "Dharmasampati" artinya pelaksanaan dharma. Kebalikannya dan yang tergolong adharma adalah perceraian. Agar terwujud keluarga yang bahagia, Manawa Dharmasastra Buku ke-3 (Tritiyo dhyayah) mengatur sejak cara melaksanakan pawiwahan sampai cara membina keluarga bahagia. Beberapa sloka yang penting antara lain: 21: Brahmo daivastathaivarsah, prayapatyastathasurah, gandharva raksasascaiva, paisacasca astamo dharmah (delapan cara pawiwahan adalah: brahma, daiwa, rsi, prajapati, asura, gandharwa, raksasa dan pisaca). Dari delapan cara pawiwahan itu ada tiga cara yang dewasa ini sudah tidak sesuai karena melanggar hukum yaitu: asura, raksasa dan paisaca. Sedangkan di antara lima cara sisanya, yang paling populer adalah prajapatya yaitu pawiwahan atas dasar cinta sama cinta dan direstui kedua pihak orang tua. Selanjutnya cara gandharva di Bali sering terjadi, di mana pawiwahan didasari oleh sama-sama cinta tetapi tidak diketahui (mungkin tidak direstui) oleh salah satu pihak orang tua. Cara yang lain misalnya brahma, daiva, dan rsi kini kurang populer di masyarakat karena ada unsur campur tangan yang lebih kuat pada pihak orang tua sehingga terkesan sebagai diarahkan atau dipaksaan.

Beberapa sloka yang perlu diketahui dalam melakukan hubungan sex antara suami - istri antara lain: 45: Rtu kalabhigamisyat, swadaraniratah sada, parwawarjam wrajeccainam, tad wrato rati kamyaya (hendaknya suami menggauli istrinya dalam waktu-waktu tertentu dan selalu merasa puas dengan istrinya seorang; ia juga boleh dengan maksud menyenangkan hati istrinya mendekatinya untuk mengadakan hubungan sex pada hari apa saja kecuali hari parwani = purnama/ tilem). 48: Yugmasu putra jayante, striyo yugmasu ratrisu, tasmadyugmasu putrarthi, samvice dartave striyam (kalau menggauli istri pada hari-hari yang genap maka anak laki-lakilah yang lahir, sedangkan pada hari-hari yang ganjil anak perempuanlah yang lahir; karena suami yang menginginkan anak laki-laki hendaknya menggauli istrinya hanya di masa yang baik pada hari-hari genap). Yang dimaksud hari-hari genap adalah bilangan genap pada panglong dan penanggal. Panglong adalah hari-hari dari purnama ke tilem, sedangkan penanggal adalah hari-hari dari tilem ke purnama. Sehari setelah purnama, disebut "panglong ping pisan (1)" ini disebut hari ganjil sedangkan besoknya "panglong ping kalih (2)" disebut hari genap demikian seterusnya panglong ganjil dan genap silih berganti sampai panglong ping 14; panglong ping 15 adalah tilem, disarankan tidak mengadakanhubungan sex. Sehari setelah tilem (bulan gelap) disebut "penanggal ping pisan (1)" sebagai hari ganjil dan keesokan harinya disebut "penanggal ping kalih (2) sebagai hari genap, demikian seterusnya penanggal ganjil dan genap silih berganti sampai penanggal ping 14. Penanggal ping 15 adalah purnama, disarankan untuk tidak mengadakanhubungan sex. Dalam Kamasutra dijelaskan lebih rinci tentang cara-cara mengadakan hubungan sex. Hal penting yang dilarang adalah mengadakan hubungan sex dengan meniru cara-cara binatang, dan hubungan sex di saat istri sedang menstruasi. Hubungan sex juga dilarang di saat salah satu atau keduanya sedang mabuk, tidak sadarkan diri, takut, sedih, dan marah.

Peranan istri dalam keluarga sangat penting seperti yang dinyatakan dalam Manawa Dharmasastra III.56: Yatra naryastu pujyante, ramante tatra devatah, yatraitastu na pujyante, sarwastatraphalah kriyah (di mana wanita dihormati di sanalah para dewa merasa senang, tetapi di mana mereka tidak dihormati tidak ada upacara suci apapun yang akan berpahala). 57: Socanti jamayo yatra, vinasyatyacu tatkulam, na socanti tu yatraita, wardhate taddhi sarvada (di mana warga wanitanya hidup dalam kesedihan, keluarga itu cepat akan hancur, tetapi di mana wanita itu tidak menderita, keluarga itu akan selalu bahagia). 60: Samtusto bharyaya bharta, bhartra tathaiva ca, yaminneva kule nityam, kalyanam tatra vai dhruvam (pada keluarga di mana suami berbahagia dengan istrinya dan demikian pula sang istri terhadap suaminya, kebahagiaan pasti akan kekal).

Pelaksanaan dharma dalam hidup berkeluarga ditegaskan dalam MD.III. 63, 66, 75, 94, 106, 117 dan 118. Pada intinya mengatur agar suatu keluarga senantiasa melaksanakan pemujaan kepada Hyang Widhi, mempelajari, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Weda, menghormati orang - orang suci, menghormati tamu yang datang ke rumah, dan berdana punia..

(bersambung)

Om Santi, Santi, Santi, Om....

 
 
Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi
Geria Tamansari Lingga Ashrama
Jalan Pantai Lingga, Banyuasri, Singaraja, Bali
Telpon: 0362-22113, 0362-27010. HP. 081-797-1986-4