Kesenian Bali

KEKEBYARAN
Sendratari

Di samping tari-tarian lepas, sejak sekitar tahun 1960 para pencipta tari di Bali juga telah menghasilkan sejumlah Seni Drama Tari (Sendratari). Sendratari pada hakekatnya adalah hasil kreativitas para seniman modern melalui pengolahan kembali elemen-elemen seni dan bentuk-bentuk kebudayaan yang sudah ada. Sebagaimana halnya di Jawa di mana sendratari dibentuk oleh unsur-unsur Wayang Wong dan Wayang Kulit, di Bali sendratari di bentuk dengan memadukan unsur-unsur Pewayangan, Pegambuhan, Pelegongan dan Kekebyaran.

Sendratari Babad dan Cerita Rakyat
Jayaprana
Rajapala
Sampik Ingtai
Arya Bebed
Kebo Iwa
Sendratari Ramayana
Ramayana Kecil
Ramayana Besar (Kolosal)
Sendratari Mahabarata
Mahabarata Kecil (sang Kaca)
Narakesuma
Mahabarata Besar (Kolosal)

 

Para ahli dan pengamat seni di Bali sepakat bahwa pencipta sendratari pertama adalah I Wayan Beratha, guru tari dan tabuh pada Konservatori Karawitan (Kokar) Bali di Denpasar (kemudian berubah SMKI dan sekarang menjadi SMK Negeri 3 Sukawati).

Pertumbuhan sendratari di Bali, diawali dengan karya yang menampilkan lakon dari cerita rakyat Bali - Jayaprana. Beberapa tahun kemudian, muncul sendratari-sendratari yang melakonkan babad/ sejarah Bali, serta cerita-cerita rakyat dari luar namun cukup dikenal dikalangan masyarakat Bali. Kelahiran tarian berlakon atau dramatari modern ini mendapat sambutan yang cukup hangat dari kalangan masyarakat luas. Kenyataan ini mendorong I Wayan Beratha untuk menciptakan sendratari lainnya.

Sendratari kedua yang diciptakannya adalah Sendratari Ramayana yang pertama kali dipentaskan pada tahun 1965 pada hari ulang tahun yang ke V Kokar Bali di Denpasar. Dalam kedua sendratari ini (Jayaprana dan Ramayana), I Wayan Beratha masih tetap konsisten dengan konsepnya semula, yaitu menyajikan sebuah cerita atau lakon melalui tari dan karawitan. Walaupun antawacana atau narasi sudah dimasukkan kedalam kedua sendratari ini, peranan narasi masih sebatas memberikan penekanan dramatik bagi adegan-adegan yang terjadi di atas pentas. Disampaikan oleh seorang dalang, dari luar panggung, antawacana masih bersifat pendukung yang tidak terlalu dominan. Dominasi antawacana dalam sendratari Bali mulai tampak kurang sejak pertengahan tahun 1970.

Pada tahun 1978, panitia Festival Gang Kebyar se Bali mengharuskan setiap wakil dari Kabupaten se Bali untuk menampilkan sebuah sendratari yang durasinya tidak lebih dari 60 menit. Ketika itu lahir delapan buah sendratari pendek dengan jumlah pelaku utamanya antara 10 sampai dengan 15 orang penari. Yang menarik adalah bahwa dalam semua sendratari yang ditampilkan pada festival ini peranan dalang nampak dominan, bahkan melebihi dari apa yang terjadi pada masa-masa sebelumnya.

Berdasarkan jumlah penarinya, sendratari yang ada di Bali kiranya dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sendratari kecil (pada umumnya dibawakan oleh 10 sampai 25 orang penari,seperti yang terjadi antara tahun 1960 sampai 1970) dan sendratari kolosal atau besar (pada umumnya melibatkan antara 50 sampai 150 orang penari, seperti yang terjadi pada sendratari-sendratari yang ditampilkan dalam arena PKB).

Berdasarkan sumber lakonnya, sendratari Bali dapat dibagi kedalam 3 kelompok yaitu Ramayana, Mahabharata, Babad dan cerita rakyat.