Pura Dalem Pandawa
 
 
Pura Dalem Pandawa
Pertapaan Pemimpin

Bhave'smin-klisyamananam, avidya-kama-karmabhih, sravana-smaranarhani, karisyann iti kecana.
(Srimad Bhagvatam, I.8.35).

Maksudnya:
Tuhan turun ke dunia untuk menghidupkan kembali bakti manusia pada Tuhan dalam wujud mendengar (sravanam) mengingat dalam hati (smaranam), menyembah (arhani) dan dengan kerja yang dapat dilakukan sesuai dengan swadharma (karisyan). Dengan bakti itu roh yang terikat oleh berbagai penderitaan dapat mengambil manfaat untuk memproleh pembebasan dari penderitaan rohani.

Sloka Srimad Bhagvatam yang dikutip adalah salah satu dari 26 sloka doa-doa Dewi Kunti kepada Sri Krisna. Setelah perang Bharata Yudha selesai atas karunia Sri Krisna telah berhasil dinobatkan kembali Yudistira sebagai Raja Hastina Pura. Selanjutnya Sri Krisna akan kembali ke Dwarawati. Saat akan kembali itulah Dewi Kunti, ibu para Pendawa, menyampaikan doa pujaannya kepada Sri Krisna.

Doa pujaan Dewi Kunti itu sebanyak 26 sloka yang terdapat dalam Skanda pertama dari Srimad Bhagvatam dari sloka 18 sampai sloka 43. Dua puluh enam sloka tersebut mengandung ajaran tentang kehidupan di dunia material ini sebagai sarana untuk mendaki ke dunia rohani sebagai tujuan hidup yang sebenarnya. Karena itu sloka tersebut terkenal dengan ajaran Dewi Kunti.

Salah satu sloka yang dikutip di atas mengandung makna tentang tujuan Sri Krisna menjelma untuk menguatkan bakti manusia pada Tuhan. Bakti itu tidak hanya dalam wujud menyembah saja, tetapi dalam wujud mendengar dan mengingat dan melaksanakannya dalam wujud kerja nyata sesuai dengan kemampuan dan swadharma masing-masing. Dengan bakti yang demikian itulah manusia akan dapat membebaskan dirinya dari kesengsaraan hidup baik saat di dunia nyata ini maupun di dunia niskala.

Pemahaman Dewi Kunti akan kelahiran Sri Krisna inilah yang diajarkan juga pada putra-putrinya. Karena itu Pandawa dapat dengan sukses mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dalam berbagai dinamika kehidupannya.

Di Desa Pule Kecamatan Rendang di Bukit Tuluk Biu terdapat sebuah pura yang bernama Pura Dalem Pandawa. Pura ini berada di tengah hutan perbatasan antara Kecamatan Kintamani, Bangli dengan Rendang, Karangasem. Pura ini disebut Pura Dalem Pandawa. Meskipun namanya Pura Dalem tidak ada hubungannya dengan pengertian Pura Dalem sebagai unsur Kahyangan Tiga. Istilah Dalem juga berarti raja atau pemimpin.

Mengenai keberadaan Pura Dalem Pandawa ini, menurut Pemangku Pura dan juga tokoh adat di desa setempat, belum menjumpai adanya sumber tertulis. Nampaknya Pura Dalem Pandawa ini pada zaman dahulu pernah sebagai pertapaan para kesatria untuk memohon karunia agar dapat menjadi pemimpin dengan sifat-sifat mulia seperti para Pandawa. Karena di pura tersebut terdapat pelinggih Manjangan Saluwang, dapat diperkirakan bahwa pura tersebut terkait dengan keberadaan Mpu Kuturan yang menjadi senapati dan pandita mpu di Bali mendampingi raja pada abad ke-11 Masehi.

Mungkin saat itu pura tersebut belum seperti sekarang ini. Karena keberadaan Pura Dalem Pandawa saat ini sudah tampil mengikuti budaya Hindu Siwa Sidhanta yang berkembang pesat pada abad XVI Masehi.

Menurut Jro Mangku Ada yang sudah cukup lama sebagai pemangku di pura tersebut, upacara Pujawali Pura Dalem Pandawa ini setiap Budha Umanis Wuku Dukut. Yang dipuja di Pura Dalem Pandawa ini adalah Dewa Pitara atau roh suci dari para Pendawa putra-putra Dewi Kunti sebagai lima pemimpin penegak dharma yang diceritakan dalam epos Mahabharata yang amat terkenal di seluruh dunia itu.

Pura Dalem Pandawa ini ada delapan pelinggih yang membangun Pura Dalem Pendawa. Pelinggih utama sebagai media pemujaan para Pandawa berbentuk Pelinggih Taksu. Di sebelah kanannya pada Peliggih Limas Catu dan Limas Mujung. Sedangkan yang paling kanan terdapat pelinggih Manjangan Saluwang sebagai media pemujaan pada Mpu Kuturan. Di sudut timur laut pura terdapat Pelinggih Padma sebagai Pelinggih Pesaksi.

Di sebelah kiri dari Pelinggih Padma Pesaksi terdapat Pelinggih Sri Sedana dan Pelinggih Sapta Patala. Di tengah-tengah dihadapan Pelinggih Taksu terdapat Pelinggi Pesamuan. Adanya Pelinggih Limas Catu Limas Mujung umumnya sebagai pasimpangan Batara di Gunung Agung dan Gunung Batur. Namun menurut keterangan Pemangku Pura, dua pelinggih tersebut terkait dengan pemujaan keluarga Pandawa. Sangat mungkin untuk memuja leluhur Pandawa sebagai Purusa dan Pradana.

Dewi Kunti juga diceritakan dalam cerita Kunti Sraya bertapa di Pura Dalem untuk memohon agar bencana wabah penyakit yang menyerang Kerajaan Indra Prasta segera dapat diatasi oleh Dewi Durgha. Saat Dewi Kunti diuji agar menyerahkan salah seorang putranya sebagai santapan Dewi Durgha, ternyata Dewi Kunti bersikap ragu-ragu. Cinta Dewi Kunti pada putra-putranya menyebabkan Dewi Kunti ragu-ragu mengorbankan putra-putranya itu. Antara cinta pada anak dan bakti pada Tuhan dengan keikhlasan berkorban sungguh sesuatu yang sulit.

Karena keragu-raguannya itulah roh Raksasa Kalika masuk ke dalaman diri Dewi Kunti. Karena ada roh Kalika dalam diri Dewi Kunti maka Sahadewa, putranya, diseret dijadikan persembahan untuk santapan Dewi Durgha. Dewi Kunti benar-benar telah kehilangan kesadaran diri sebagai ibu. Tetapi Sahadewa sangat ikhlas berkorban demi keselamatan negara. Karena keikhlasannya itulah Dewa Siwa masuk ke dalam diri Sahadewa. Karena ada Dewa Siwa di dalam diri Sahadewa maka dua raksasa yaitu Kalantaka dan Kalanjaya yang menyebarkan wabah di Indra Prastha dapat dikalahkan oleh Sahadewa.

Demikian juga Dewi Kunti dapat diselamatkan dari pengaruh roh Kalika, sehingga Dewi Kunti kembali sadar sebagai sedia kala. Inilah yadnya seorang putra kepada negara dan kepada ibunya. Dalam cerita Kunti Sraya ini ada nilai-nilai kehidupan yang patut kita renungkan. Dewi Kunti meskipun sebagai ibu dari Pandawa, saat ada masalah negara ikut juga berusaha berjuang mengatasi masalah negara meskipun dalam wujud doa.

Doa sesungguhnya amat utama dalam menuntun hidup agar rohani selalu terawat dengan baik. Karena rohani itulah sebagai kemudi kehidupan manusia. Dewi Kunti dalam usaha mulianya mendapatkan godaan besar menjadi korban raksasa Kalika. Sahadewa sebagai putra berhasil membangun kekuatan spiritual dari Dewa Siwa, hal itu pun terjadi karena usaha Dewi Kunti yang sampai menjadi korban kemasukan roh jahat Kalika. Sebagai putra, Sahadewa pun bangkit menyelamatkan negara dari bencana dan juga menyelamatkan ibunya dari pengaruh buruk Kalika.

Negara Indra Prastha dan Ibu Kunti pun selamat dari bencana. Ceritra ini sebagai visualisasi pengabdian ibu dan putranya untuk keselamatan negara. Usaha ibu dan putra dalam menyelamatkan negara ini patut menjadi sesuluh antara generasi tua dan muda dewasa ini. * I Ketut Gobyah