Babad Paminggir
 
Isi Singkat Babad Arya Paminggir

Tersebutlah seorang Pendeta bernama Empu Agnijaya, putra Bhatara Brahma. Mpu Gnijaya mempunyai seorang putra bernama Mpu Sidhimantra yang berstana di Majapahit. Permaisuri Ida putra dari Mpu Dharmakesa. Lama beliau bersuami istri, namun belum mempunyai keturunan, lalu beliau beryoga ke Gunung Agung memuja Bhatara Brahma. Setelah lama Ida beryoga, dikaruniai Ida cucupu Manik. Hatinya sangat senang. Cucupu ini dipuja selalu di Majapahit oleh beliau. Dari cucupu emas tersebut keluar lah bayi dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Anak itu sangat dimanjakan lalu diberi nama Ida Sang Manik Angkeran. Karena manja Ida Manik Angkeran, senang sekali berjudi sehingga emas, uang, perak dihabiskan dipakai taruhan.

Pada suatu ketika Ida Mpu Sidhimantra pergi mencari susu lembu, bajra pusaka itu diambilnya dan disembunyikan oleh Ida Manik Angkeran dan dibawa minggat dari istana pergi menuju Besakih. Sesampainya di depan Goa Naga Basukih, dibunyikan genta itu. Keluar lah Bhatara Naga Basukih dengan senangnya melihat kemenakannya datang. Tiba-tiba terlihat oleh Manik Angkeran segumpal berlian pada ekor Bhatara Naga Basukih itu. Timbul lah niat jahat Manik Angkeran kepada berlian itu lalu dipotongnya ekor naga tersebut. Ida Bhatara menjadi marah dan dikutuknya Ida Manik Angkeran sampai menjadi abu seketika. Keesokan harinya, Ida Mpu Sidhimantra berniat memuja, tiba-tiba diketahuinya genta bajra itu telah hilang bersamaan dengan hilangnya Ida Manik Angkeran. Dengan ketajaman pikiran Ida, diketahuinya apa yang telah terjadi. Dengan cepat Ida Mpu Sidhimantra datang menghadap Bhatara Basukih. Mpu Sidhimantra mohon maaf atas kesalahan Ida Manik Angkeran, serta memohon kepada Bhatara Basukih agar putranya hidup kembali dan berjanji agar Ida Manik Angkeran mengabdikan sisa hidupnya kepada Bhatara Basukih. Setelah itu Mpu Sidhimantra kembali ke Majapahit, dan sampai di Gilimanuk dibelahnya daratan Bali Jawa menjadi dua. Selat itu diberi nama Segara Rupek. Maksudnya agar Ida Manik Angkeran tidak dapat pulang ke Jawa.

Setelah lama Ida Manik Angkeran tinggal di Besakih, rindulah Ida pada ayahbundanya lalu mohon diri untuk pulang ke Jawa, tetapi sampai di Gilimanuk Ida kembali. Di situlah Ida bertemu dengan I Dukuh Belatung yang sedang mengerjakan sawah. Dengan kesombongannya Ida Manik Angkeran menantang Ki Dukuh Belatung. Kedua orang itu menjadi moksa menerjuni api unggun yang telah dipersiapkan.

Setelah meninggalnya Ida Manik Angkeran, tinggal 2 orang putranya yang bernama Ida Sang Tulusdewa dan Ida Sang Kosa-brata yang menuju Gelgel.

Adapun putra dari Arya Manguri yang bernama Ni Gusti Luh Pinggir yang dilarikan oleh I Dewa Dharma. Tetapi dalam perkawinan ini di mana Ni Gusti Luh Pinggir sedang hamil 7 bulan lalu ditinggalkan ke Sunialoka. Dalam upacara pengabenan I Dewa Dharma menggunakan bade tumpang 7. Setelah itu Ni Gusti Luh Pinggir tinggal bersama ayahnya Arya Manguri. Setelah sebulan lamanya bersama Arya Manguri lalu lahirlah putranya itu, dan setelah 3 bulan Ni Gusti Luh Pinggir meninggal. Kemudian bayi itu dipelihara oleh Arya Manguri sampai dewasa dan diberi nama I Gusti Ngurah Paminggir.
Karena itu I Gusti Ngurah Paminggir dipungut (diperas) oleh Arya Manguri, sehingga menjadi Wangsa Wesya. Kemudian I Gusti Ngurah Paminggir menghamba Dalem Gelgel.

Setelah itu keadaan Dalem mendapat tantangan dari Desa Abang yang selalu menentang, maka I Gusti Jelantik bersama I Gusti Ngurah Paminggir diutus menyerang desa desa seperti : Trunyan, Kedisan, Buwahan, Songan, Batur, Pinggan, Kintamani, Bantang, Dawusa. I Gusti Jelantik diberikan serdadu sebanyak 800 orang dan I Gusti Paminggir sebanyak 700 orang. I Gusti Jelantik menyerang dari utara dan I Gusti Paminggir menyerang dari arah selatan. Penyerangan kedua utusan itu berhasil, dengan para Perbekel-nya diikat dan dihadapkan kepada Dalem. Kemudian I Gusti Paminggir dikaruniai rakyat sebanyak 200 orang dan sawah seluas 50 Ha, tegalan seluas 2 cutak.

Diceriterakan juga mengenai kacuntakan seperti bila ada bayi yang meninggal belum putus tali pusarnya dikenakan cuntaka selama 42 hari, dan bila bayi yang meninggal itu sudah putus tali pusarnya hanya 24 hari. Bila orang dewasa, orang sudah tua hanya 15 hari. Setelah itu I Gusti Paminggir kembali pulang. Sesampainya I Gusti Paminggir di Padukuhan, ditemukannya Manguri sedang sakit keras. Setelah sepuluh hari (hari kesepuluh) Arya Manguri meninggal dan dibuatkan upacara sebagaimana mestinya. Selesai upacara itu, dilaksanakan, I Gusti Paminggir mengambil istri dan mempunyai putra dan di situlah beliau turun temurun.

 

Nama/ Judul Babad :
Babad Paminggir
Nomor/ kode :
Va.4832, Gedong Kirtya Singaraja.
Koleksi :
Jero Kanginan, Sidemen, Kecamatan, Kabupaten Karangasem.
Bahasa :
Bali Halus
Huruf :
Bali
Jumlah halaman :
11 lembar.
Ditulis oleh :
Ida Bagus Gede Geria.
Colophon/ Tahun :
Iti Babad Arya Paminggir, samapta. Puput kasurat ring Geria Pidada, Sidemen, Karangasem duk tanggal 8 Juni 1978. warsa ing bhumi.