Babad Pande Beratan
 
Isi Singkat Babad Pande Beratan

Diceritakan di Kerajaan Singasari Tumapel ada seorang Brahmana keturunan Bhatara Brahma yang bersaudara berlima yaitu Sang Mpu Gnijaya, Sang Mpu Witadharma, Mpu Kapakisan, Mpu Sidhimantra dan Mpu Kulputih.
Mpu Witadharma berputra Mpu Wiradharma. Mpu Wiradharma menurunkan 2 orang yang bernama Mpu Lampita, dan Mpu Ajnyana. Mpu Ajnyana menurunkan Mpu Lampita dan Mpu Panabda, dan Mpu Panabda menurunkan Mpu Wijaksara. Mpu Wijaksara menurunkan Mpu Ketek dan Mpu Lumbang. Mpu Lumbang lah yang menjadi pande besi sehingga diberi nama Mpu Gandring.
Ketika Bhatara Brahma beryoga di gunung Silasayana, lalu dari tangan Ida keluar seorang anak yang setelah besar diberi nama Mpu Brahmaraja. Tersebutlah Ida Brahmaraja memiliki kesucian batin.
Kemudian diceritakan Patih Madura sebagai patih Hayam Wuruk diundang untuk menyaksikan upacara korban yajnya. Patih Madura melaksanakan yajnya Pitra Yajnya, dan Bhuta Yajnya, tetapi karena belum mendapatkan seorang Pendeta yang menyelesaikan upacara yajnya itu maka Rakryan Madhu menghadap kepada Mpu Brahma-raja untuk meminta agar sudi menyelesaikan upacara yajnya tersebut. Setelah selesai upacara yajnya tersebut Patih Madu menghaturkan punya kepada Sang Mpu sebagai imbalan.
Diceriterakan Sri Aji Bali Dalem Ketut Smara Kepakisan yang memerintah di Puri Gelgel. Ida Dalen mengutus Arya Langon bersama Pasek Bya untuk menjemput Sang Maha Mpu di Madura yang ditempatkan di Kayumanis.
Setelah Sang Brahma Rare Sakti pandai dalam swadharma ka-pande-an yang diajarkan oleh Mpu Brahma-raja dari Madura yang ditempatkan di Desa Kayumanis, sehingga diberi nama Mpu Gandring Sakti. Begitu juga Mpu Galuh adik dari Mpu Gandring Sakti yang pandai membuat cincin. Tetapi Mpu Gandring melihat cincinnya Mpu Galuh menjadi tertarik dan dimintanya. Tetapi Mpu Galuh tidak mengabulkan. Karena itu terjadilah cekcok dan Mpu Galuh mengungsi ke Gunung Rengga Kusuma. Setibanya Mpu Galuh di Gunung Rengga Kusuma, terlihat oleh Bhatara Mahadewa akan kecantikannya. Di situlah Bhatara Mahadewa bertanya bahwa Mpu Galuh adalah putri dari Mpu Bhumi Sakti dari Madura. Akhirnya Mpu Galuh diajak ke Gunung Agung (Besakih), yang kemudian bernama Mpu Kulputih Mangku Istri. Kemudian Mpu Bhumi sakti sebelum bertapa ke Gunung Indrakila, menyarankan putranya Mpu Gandring Sakti untuk datang ke Bali. Dari sini lah beliau diberkahi untuk melaksanakan pekerjaan pande seperti pande besi, emas, perak.

Juga diberikan nasehat tentang brata larangan makan yaitu tidak boleh makan daging dadalu, ikan dadeleg, bagi orang yang melaksanakan ka-pande-an. Yang diceritakan pada waktu dahulu Bhagawan Dharma Swara mengalami kesedihan akibat dikejar oleh Sri Madura-raja. Tetapi karena bantuan dari I dadeleg, I dadalu, I harimau sehingga Sang Bhagawan mendapatkan keselamatan.
Tersebutlah kini Sang Brahmana Duala kembali ke Madura setelah Sang Mpu Gandring Sakti moksa dan di situlah beliau me-Podgala (menyucikan diri). Kemudian Mpu Duala mempunyai putra bernama Arya Pande Wulung dan Arya Pande Sadaka, Pada saat pemerintahan Sri Aji Watur Enggong di Gelgel, dilaksanakan upacara Eka Dasa Rudra di Besakih. Pada saat itu Ida Dalem menyuruh para juru, undagi, pandai besi untuk membuat persiapan. Kemudian datanglah Arya Pande Wulung dan Arya Pande Sadaka ke Bali (Gelgel), dan mereka inilah disuruh membuat perhiasan dari emas dan perak. Setelah lama Pande Beratan di Gelgel sambil menunggu Eka Dasa Rudra selesai.
Diceriterakan rakyat Ki Pasek Kayu Selem di Batur pergi berjualan melewati desa Beratan. Tetapi mereka ini kemalaman dan menginap lah mereka di sana dan dirampas lah barang dagangannya dan pedagangnya dibunuh. Kemudian datanglah pasukan dari Batur membalas dendam atas kematian para pedagang tersebut dan akhirnya terjadilah peperangan. Adapun pasukan I Pasek Kayu Selem itu adalah I Pasek Batudingding, Pasek Cempaga, I Pasek Celagi, Kiyai Balangan, Kiyai Bandem, Kiyai Poh Tegeh, Kiyai Pulasari lengkap dengan senjata.
Dalam peperangan ini, Pande Beratan dapat dikalahkan dan ada yang mengungsi ke Taman Sraya, Mpu Janggaroda mengungsi ke Taman Sraya, Arya Pande Remaja mengungsi ke Kawi Sunya, Mpu Tarub pindah ke Marga, Mpu Danu Wangsa mengungsi ke desa Gadungan, Kryan Pande Suwarna mengungsi ke Singaraja. Juga Arya Pande Karsana pindah ke Badung, Ki Pande Ruktya mengungsi ke Bangli, Ki Arya Tonjok mengungsi ke desa Panataran Klungkung. Kemudian Arya Labdawara tinggal di desa Bayan menjadi ahli bangunan.

Diceriterakan Mpu Tarub di desa Marga menurunkan putra dengan selamat. Arya Pande Ruktya di Bangli tetap menjadi pandai mas serta menurunkan I Gusti Paraupan. I Dewa Ngurah Pamecutan dari Taman Bali bersama putranya I Dewa Gede Pipindhi dari Pagesangan dan I Dewa Pering dari Nyalian menyerang I Gusti Paraupan dan sampai I Gusti Dawuh Pamaron mengungsi ke desa Camanggawon diiringi oleh Arya Pande Ruktya.
Menurut ketentuan Pande Beratan yang tersurat pustaka Bang bahwa untuk mengupacarakan mayat ketika ngaben menggunakan daun pisang ikik yang ditulisi (dirajah) dengan huruf gaib. Bila menggunakan bade, boleh tingkat 5 dengan patulangan lembu.

 

Nama/ Judul Babad :
Babad Pande Beratan
Nomor/ kode :
Va.,. 46102 Gedong Kirtya Singaraja.
Koleksi :
Geria Duda
Alamat :
Geria Duda, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem.
Bahasa :
Bahasa Jawa Kuna campur Bali.
Huruf :
Bali
Jumlah halaman :
26 lembar
Ditulis oleh :
Ida Bagus Gede Geria.