Babad Wisnuwangsa
 
Isi Singkat Babad Wisnuwangsa

Dimulai dengan ucapan ucapan bahasa Sansekerta (sloka dua bait), serta penjelasannya dalam bahasa Jawa Kuna yang isinya kata pembukaan dari pengarang.
Dilanjutkan dengan turunnya Bhatara Hyang Dimaharaja Manu di Jawa (medang Kemulan) tahun Çaka 530 (608 M), sebagai raja pertama.
Baginda turun ke Jawa atas perintah Sri Bhatara Guru, baginda bertahta sebagai seorang raja yang besar dan merupakan cikal bakal Wisnuwangsa.
Silsilah keturunan Ra Hyang Dimaharaja Manu, sampai dengan Sri Dharmawangsa Teguh Ananta Wikrama Tungga Dewa, berputra Sri Kameswara, Sri Kameswara berputra Sri Kreta Darma, Sri Erlangga, Sri Tunggul Ametung serta seorang putri.
Sri Erlangga berputra Sri Jayabaya dan Sri Jaya Sabha, keduanya beribu Wisnuwangsa.
Dan seorang putra yang bernama Arya Buru, beribu gadis gunung.
Silsilah keturunan Sri Jayabaya, sampai Sri Jayakatha dan Sri Jayawaringin, dilarikan ke Tumapel ketika raja Dandang Gendis dikalahkan oleh Ken Angrok karena dosanya kepada pendeta Siwa dan Buddha.
Di Tumapel Sri Jayakatha berputra tiga orang, Arya Wayahan Dalem Manyeneng, Arya Katanggaran, dan Arya Nudata.
Arya Wayahan Dalem Manyeneng berputra Arya Gajah Para dan Arya Getas.
Sri Jaya Waringin berputra Gandigari warga Keboijo berputra Arya Kuta Waringin.
Sri Jayasaba, berputra Sirarya Kadiri.
Sirarya Kadiri, berputra Sirarya Kepakisan, beliau turun ke Bali atas perintah Patih Gajah Mada sebagai patih adipati Sri Kresna Kepakisan (raja pertama di Samprangan).
Sirarya Kapakisan berputra dua orang, Pangeran Asak dan Pangeran Nyuhaya.
Silsilah keturunan Sira Arya Asak.
Beliau berputra Pangeran Nginte.
Pangeran Nginte, berputra I Gusti Agung Widya dan I Gusti Agung Prandawa.
Kedua putra itu mempunyai keturunan pula, dan demikian selanjutnya sampai raja raja Mengwi.
Silsilah keturunan Pangeran Nyuhaya:
Beliau berputra delapan orang.
Sulung putri bernama Ayu Adi.
Adik adiknya Sirarya Patandakan, Sirarya Satra, Sirarya Pelangan, Sirarya Akah, Sirarya Cacaran, Sirarya Anggan.
Ayu Adi diperistri oleh Kyayi Klapodyana.
Semua putra pangeran Nyuhaya mempunyai keturunan masing masing:
I Gusti Batan Jeruk putra Sirarya Patandakan.
I Gusti Batan Jeruk mengangkat putra I Gusti Kembengan bernama I Gusti Oka, sebab beliau tidak memperoleh putra kandung, I Gusti Oka banyak putranya, terutama I Gusti Nyoman Karang berputra dua orang yaitu I Gusti Nengah Karang, I Gusti Ketut Karang dan seorang putri.
I Gusti Nengah Karang beristri Ni Ni Gusti Ayu Jarantik, putri dari Kyayi Nyoman Jarantik, Jro Carik Sibetan.
Berputra lima orang, dua orang wanita dan dua orang pria yaitu I Gusti Anglurah Made Karangasem, I Gusti Anglurah Nyoman Karang, I Gusti Anglurah Putu Gede Bingkut.
Wanita yang bungsu, I Gusti Ayu Karang, menjadi permaisuri I Dewa Agung Gede (Sri Aji Sura Wirya) raja Klungkung, kemudian terkenal dengan julukan Dewati ring Dalem.

I Gusti Nengah Karang menjadi seorang pendeta, bergelar Sri Raja Begawan Anglurah Nengah Karangasem.
Putra beliau yaitu I Gusti Anglurah Made Karangasem beristrikan Ni Gusti Ayu Ketut Jarantik (Jro Agung Sibetan) berputra lima orang, yaitu I Gusti Wayan Ratna Inten, Gusti Made Karangasem, I Gusti Nyoman Karang, I Gusti Ketut Karangasem yang bungsu I Gusti Ayu Karang, permaisuri raja Klungkung I Dewa Agung Putra, berkat dorongan Dewa Manggis, sebab Dewa Agung Putra lama diam Manggis dan Karangasem dan amat disayang oleh tiga bersaudara tadi. Adapun ayahnya, yaitu Anglurah Made Karangasem juga menjadi pendeta yang bergelar Sri Raja Begawan Atapa Rare.
Baginda melaksanakan tapa rare didahului dengan demam panas.
Kemudian Sang Mpu Sindu menjelaskan, baginda adalah keturunan Indra dengan kisah seorang miskin bernama I Gelatik bertemu dengan istana Sanghyang Indra Tampaksiring.
Pengawal istana menjelaskan kepada I Gelatik bahwa Sanghyang Indra sedang turun ke dunia menjelma menjadi raja Atapa Rare di Amlapura.
Sang Atapa Rare pergi ke Gelgel, saat Sri Agung Jambe pergi ke Bangli.
Sang Atapa Rare buang air di bancingah serta balairung kemudian ditinggalkan ke Bulatri.
Sri Agung Jambe datang dan amat murka melihat kejadian itu, maka memerintah pengawalnya untuk mengejar dan membunuh pelakunya. Baginda wafat di Bulatri setelah memberikan restu pada putranya I Gusti Ketut Karangasem.
Terjadi pertempuran sengit, I Dewa Agung Jambe ditikam oleh I Gusti Ketut Karangasem dengan keris Si Biru Upas, Sri Agung Jambe wafat.
I Gusti Dyah Ratna Inten, diperistri oleh Anglurah Tiga di Tohlangkir, melahirkan seorang putra. Kemudian lenyap moksah di pura Bukit meninggalkan sabda di angkasa bahwa Anglurah Tiga bersaudara akan berkuasa selama tujuh keturunan. Selanjutnya sang putra dewata bergelar I Dewa Bagus Anungkurat.
I Gusti Ketut Karang adik I Gusti Nengah Karang.
I Gusti Ketut Karang banyak putranya.
Salah seorang cucunya dijadikan istri oleh Pangeran Jit Mategil.
Silsilah keturunan I Gusti Bebengan kecuali I Gusti Oka yang telah dijadikan anak angkat oleh I Gusti Batan Jeruk.
Dilanjutkan dengan silsilah keturunan I Gusti Tusan putra Arya Patandakan yang ketiga.
Ditulis pula silsilah keturunan I Gusti Gunung Nangka, adik I Gusti Tusan.
Kemudian dilanjutkan di silsilah keturunan Sirarya Satra, adik Sirarya Patandakan, yaitu I Gusti Ngurah Kanginan, I Gusti Ngurah Kawan, I Gusti Ngurah Kajanan.
Silsilah keturunan Sirarya Pelangan dengan putra putranya I Gusti Peladung dan I Gusti Ngurah Tambega.
Silsilah keturunan Sirarya Akah, dengan putra putranya yaitu pangeran Dawuh Baleagung, Pangeran Ketut Pengpengan sampai dengan janda I Gusti Dyasana yang sedang hamil, dimukimkan di Sibetan, lahir seorang putra.
Silsilah Sirarya Kaloping, dengan tiga orang putra yang masing masing mempunyai keturunan.
Tercatat bahwa I Gusti Dukut Kerta yang tertumpas pada waktu kalahnya I Gusti Agung Maruti di Gelgel.
Silsilah keturunan Sirarya Cacaran turun temurun.
Tercatat pula waktu Bali menyerang Blangbangan di bawah pimpinan I Gusti Jarantik dan kemudian lahir I Gusti Jlantik Bogol lanjut dengan keturunan keturunannya.
Salah seorang keturunannya adalah Kyayi Ngurah Panji, pindah ke Den Bukit Singadwala, atas bantuan Si Landung hingga kemudian menjadi raja yang berkuasa besar.
Terakhir ditulis keturunan Sirarya Anggan, putra Sirarya Nyuhaya yang ketujuh. Sirarya Anggan di Padangkerta, berputra I Gusti Ngurah Padangkerta

Nama/ Judul Babad :
Babad Wisnuwangsa
Koleksi :
Geria Kawan Sibetan
Alamat :
Desa Sibetan, Bebandem, Karangasem
Bahasa :
Bahasa Jawa Kuna
Huruf :
Bali
Jumlah halaman :
38 lembar (1b s/d 38b)