Prasasti Brahmana
 
Isi Singkat Prasasti Brahmana

Pada jaman dahulu kala diceritakan asal usul dari Pasek Gelgel, ketika Mpu Pradah (Bhatara Brahma) beryoga untuk mengadakan Ratu Bali yang bersamaan dengan kedatangan Mpu Witadharma dari Kuntuliku.
Mpu Witadharma mempunyai putra Mpu Wiradharma yang kemudian menurunkan Ki Mpu Lampita, Mpu Ajnyana dan yang bungsu Mpu Pastika.
Mpu Lampita menurunkan Ki Mpu Kuturan, dan Mpu Bradah.
Sedangkan Mpu Ajnyana menurunkan Mpu Panabda.
Mpu Panabda dan Mpu Kuturan pergi bersama-sama ke Silayukti (Padang), dan Mpu Bradah tinggal di Jawa.
Selanjutnya Mpu Panabda mempunyai putra Mpu Jiwaksara, Ki Mpu Ketek dam Sang Arya Tatar.
Sang Arya Tatar menurunkan I Patih Wulung yang memerintah di Bali, yang selanjutnya lahirlah I Semar.
I Semar kawin dengan Wredani sehingga menurunkan Ki Langon yang nantinya mengadakan para Pasek.
Selanjutnya Ki Langon mempunyai 6 orang putra yaitu Ki Pasek Gelgel, Ki Pasek Denpasar, Ki Pangeran Tangkas, dan saudara lain ibu adalah Ki Pasek Tohjiwa, Ki Pasek Nongan dan Ki Pasek Prateka.
Para pasek ini yang sudah ada dan menguasai di Bali sebelum datangnya ekspedisi Gajah Mada dari Majapahit.
Diceritakan Mpu Kuturan membangun tempat parhyangan di Besakih sebagai pemujaan para Pratisentana beliau.
Suatu ketika juga Mpu Pradah datang ke Bali menuju Silayukti, dan di situ beliau bertemu dengan, Mpu Ragarunting serta mengadu kekuatan.
Dengan demikian Mpu Bradah dapat memberikan ajaran Agama.
Ajaran ini dilaksanakan oleh Hyang Gnijaya, yang nantinya diterapkan di Besakih bersama dengan Mpu Witadharma, kemudian datanglah putra dan istri beliau Mpu Bradah, dihaturi upacara upakara dan sajen-sajen.
Hyang Gni Jaya moksa, di Besakih tinggal Sang Kul Putih bersama putra-putri beliau.
Pelaksanaan pemerintahan Mpu Prateka bersama-sama dengan putra I Semar.
Setelah Sang Kulputih moksa di Besakih, lalu Ki Pasek Prateka pergi ke Gelgel menghadap kepada Mpu Witadharma.
Ki Pasek ini yang melanjutkan upacara dan adat istiadat Besakih.
Diceritakan adanya Bandesa ini karena I Pasek berikan tugas memegang desa Bale agung.
Dan kemudian pemerintahan di Bali dipegang oleh I Bedahulu, mengalami kegoncangan, maka Gajah Mada mengadakan penyerangan untuk menghancurkan Bedahulu serta menegakkan Agama.
Setelah Bedahulu dihancurkan, Bhatara Ratu Sakti memberikan wejangan kepada Pangeran Tangkas dan Bendesa untuk ingat selalu dengan kewajibannya.

Bhatara Ratu Sakti telah membagikan wilayahnya kepada Pangeran Tangkas beserta putranya I Gusti Ngurah Sukahet, dengan wilayahnya Badeg Tangkas, Duda Tangkas, Sibetan Tangkas, Bebandem Tangkas, Bungaya Tangkas, dan karena baktinya/ taat nya kepada perintah pangeran Tangkas, maka diberikan putra oleh Dalem dan juga wilayahnya sampai di Padangbulia seluas 100 hektar.
Setelah Pangeran Tangkas tidak mendapat kepercayaan dari Dalem, lalu Dalem mengangkat para Arya dan para Manca di Bali seperti:
I Semar dan Arya Tegeh Kori ditempatkan di Badung,
Arya Kepakisan bertempat di Mengwi,
Arya Belog di Kaba-kaba,
Arya Damar di Tabanan,
Arya Batan Jeruk di Karangasem, dan juga putra beliau I Gusti Patandakan.
Juga I Gusti Pinatih di Talikup,
I Gusti Pande di Kusamba,
I Gusti Telabah di Sukawati serta
I Gusti Ngurah Jelantik di Bebatuh.
Dan selanjutnya putra/ keturunan Dalem I Gusti Dawuh bertempat di Selat.
I Gusti Ngurah Kanca di Klungkung,
I Gusti Ler di Gelgel.
Semuanya diatur sedemikian rupa agar lebih mudah datang ke Gelgel menghadap Dalem.
Diceritakan I Gusti Ngurah Sidemen di Sidemen,
I Gusti Ngurah Tusan di Tusan,
I Gusti Taluh Guminten dan I Gusti Padang Kerta bertempat di Tejakula.
Untuk Bali Utara/ Buleleng diangkatnya Patih Ularan.
Untuk pemujaan para warga pasek di Besakih diperkenankan menggunakan meru tumpang 3 dan upacara/ upakaranya/ piodalan pada bulan Purnama Sasih Kawolu (antara bulan Februari).

Nama/ Judul Babad :
Prasasti Brahmana
Nomor/ kode :
Va. 536/ 3 Gedong Kirtya, Singaraja
Koleksi :
I Gede Segara
Alamat :
Banjar Pangkung Tibah, Kediri, Tabanan
Bahasa :
Jawa Kuna
Huruf :
Bali
Jumlah halaman :
24 halaman, 4 baris, panjang 50 cm lebar 4 cm
Ditulis oleh :
Ida Bagus Ketut Ungsu Klungkung