Canang Sari - Dharmawacana
Topik sebelumnya  Topik selanjutnya
Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi
 
Tentang: SATYAM, SIWAM, SUNDARAM lanjutan 21
Seri sebelumnya Topik utama Seri selanjutnya
5 Agustus - 7 September 2003

Rekan-rekan sedharma Yth.

Om Swastiastu,

DIKSA. Bila pada masa Bhiksuka seseorang ingin secara formal menjadi Pandita, maka ia harus melalui proses me-Diksa. Diksa dalam bahasa Sanskerta artinya upacara penerimaan menjadi murid dalam kesucian. Istilah lain yang digunakan di Bali untuk me-Diksa adalah:

  • ma-Suci (disucikan),
  • ma-Linggih (kedudukan mulia),
  • ma-Bersih (disucikan),
  • ma-Podgala (menggunakan atribut kepanditaan),
  • ma-Dwijati (lahir yang kedua kali).

Dalam Buku Himpunan Keputusan Seminar tentang Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek Agama Hindu ke 14 tahun 1986/ 1987 yang disyahkan PHDI disebutkan bahwa UMAT HINDU DARI SEGALA WARGA dapat me-Diksa asal memenuhi syarat-syarat:

  1. Laki-laki yang sudah menikah/ kawin dan yang "Nyukla Brahmacari" (tidak menikah/ kawin seumur hidup).
  2. Wanita yang sudah menikah/ kawin dan yang "Kaniya" (tidak menikah/ kawin seumur hidup).
  3. Pasangan suami/ istri.
  4. Usia minimal 40 Tahun.
  5. Paham bahasa Kawi, Sanskreta, Indonesia, memiliki pengetahuan umum, pendalaman intisari ajaran-ajaran Agama Hindu.
  6. Sehat lahir bathin dan berbudhi luhur sesuai dengan sesana.
  7. Berkelakuan baik, tidak pernah tersangkut perkara pidana.
  8. Mendapat tanda kesediaan dari Pandita calon Nabe yang akan menyucikannya.
  9. Sebaiknya tidak terikat akan pekerjaan sebagai pegawai negeri ataupun swasta kecuali bertugas untuk hal keagamaan.

Selanjutnya dalam Seminar yang sama ditetapkan pula persyaratan seorang Nabe (guru spiritual):

  1. Seseorang yang selalu bersih dan sehat baik lahir maupun bathin.
  2. Mampu melepaskan diri dari ikatan keduniawian.
  3. Tenang dan bijaksana.
  4. Selalu berpedoman pada kitab suci Weda.
  5. Paham dan mengerti tentang Catur Weda.
  6. Mampu membaca Sruti dan Smerti.
  7. Teguh melaksanakan dharma-sadhana, dan sering berbuat amal kebajikan.
  8. Teguh melaksanakan tapa brata.

Seseorang yang ingin me-Diksa tidak hanya harus memenuhi persyaratan formal seperti tersebut di atas, tetapi ia juga perlu mempunyai kesiapan mental untuk menjadi Pandita mencakup beberapa hal yaitu: bathin, pikiran, perkataan dan perbuatan. Bathin, pikiran, perkataan dan perbuatan yang suci dapat terbentuk bila dalam menjalani kehidupan dalam jenjang Catur Ashrama, ajaran Catur Marga dapat dilaksanakan dengan baik (lihat uraian terdahulu).

Setelah lahir (dwijati) sebagai Brahmana warna maka Pandita sudah:

  1. Amati Raga (Seda Raga) artinya mampu menguasai indria.
  2. Amari Sesana artinya berganti kebiasaan hidup dari walaka (orang biasa) menjadi kebiasaan/ sesana Pandita.
  3. Amari Aran artinya berganti nama, di mana nama yang lama ketika walaka dianggap sudah mati dan selanjutnya menggunakan nama (bhiseka) baru anugrah dari Nabe. Bhiseka Pandita di Bali sesuai dengan tradisi kelompok warga masing-masing, misalnya: Rsi, Mpu, Pedanda, Bhagawan, Dukuh, dll.
  4. Amari Wesa artinya berganti atribut, pakaian, dll. misalnya tidak lagi menggunakan gelar-gelar ketika walaka, dan berbusana dan hiasan yang patut sebagaimana ketentuan bagi Pandita.

Seorang Pandita adalah orang yang Sista (suci), Sadhana (merealisir seluruh kehidupannya berdasarkan ajaran Weda), dan Acharya Dewa Bhawa (mengaplikasikan ajaran Weda di masyarakat). Agar dapat melaksanakan swadharma ke-Panditaan dengan baik maka ia haruslah mampu berperan sebagai:

  1. Sang Satya Wadi artinya orang yang selalu berbicara tentang kebenaran (menurut Weda) dan kejujuran (hati nurani yang bersih).
  2. Sang Apta artinya orang yang bisa dipercaya karena selalu berkata jujur apa adanya.
  3. Sang Patirthaan artinya orang yang dapat diminta mensucikan masyarakat dengan doa dan nasihat spiritual agar masyarakat terhindar dari godaan-godaan adharma.
  4. Sang Panadahan Upadesa artinya orang yang mampu mendidik masyarakat dalam pembinan moral yang luhur.

Pandita juga teguh melaksanakan Satya, yang di dalam Lontar Silakrama disebut sebagai Satyabrata yaitu ketaatan melakukan pengendalian diri tentang makanan, minuman, pasraman, bhusana, dan wacana. Selanjutnya dalam Sarasamusccaya sloka 57 disebutkan: Dharmasca satyam ca tapo damasca vimatsaritvam hristitiksanasuya, yajnacca danam ca dhrtih ksama ca mahavratani dvadasa vai brahmanasya.
Artinya: Ini adalah brata Sang Pandita (Brahmana warna) dua belas banyaknya yaitu:

ASADHABRATA
1 Dharma melaksanakan ajaran Agama taat pada hakekat kebenaran
2 Satya taat/ disiplin setia pada nusa-bangsa-negara.
3 Tapa mengendalikan diri  
4 Dama bijaksana tenang dan sabar
5 Wimatsarira tidak egois tidak dengki, iri, serakah
6 Hrih rendah hati punya rasa malu
7 Titiksa sabar tidak gusar
8 Anasuya cinta kasih dan bhakti tidak bertabiat jahat
9 Yadnya suka berkorban rela berkorban
10 Dana suka berdana punia bersedekah
11 Dhrti pikiran yang tenang dan suci menyucikan diri
12 Ksama suka mengampuni suka memaafkan

(bersambung)

Om Santi, Santi, Santi, Om....

 
 
Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi
Geria Tamansari Lingga Ashrama
Jalan Pantai Lingga, Banyuasri, Singaraja, Bali
Telpon: 0362-22113, 0362-27010. HP. 081-797-1986-4